Halangi Petugas pada Proses Pemeriksaan hingga Overstay, Rudenim Denpasar Deportasi WNA Turki dan Ukraina
BADUNG, MataDewata.com | Rumah Detensi Imigrasi Denpasar, Kantor Wilayah Kemenkumham Bali kembali mendeportasi 2 WNA kebangsaan Turki dan Ukraina untuk kasus yang berbeda. OM (laki-laki, 37 tahun) melakukan pelanggaran pasal 75 UU No: 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, sedangkan OS (laki-laki, 24 tahun) melanggar pasal 78 ayat (2) UU No: 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
Dalam pasal 75 UU No: 6 Tahun 2011 disebutkan Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum.
Atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan. Sedangkan dalam pasal 78 ayat (2) disebutkan Orang Asing yang tidak membayar biaya beban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Deportasi dan Penangkalan.
OM seorang pria Turki kelahiran Bornova ini menjadi sorotan setelah terlibat dalam sebuah pemeriksaan dengan petugas imigrasi terkait dugaan pelanggaran izin tinggal di Bali. OM yang mengaku tinggal di sebuah Villa di daerah Jimbaran, Bali, menghadapi pertanyaan terkait keberadaan temannya, DG seorang wanita berkebangsaan Ukraina.
Pada awal pemeriksaan tersebut, OM menceritakan kepada petugas bahwa tujuannya datang ke Bali adalah untuk berlibur. Namun, fokus pertanyaan beralih ketika OM dimintai keterangan tentang hubungannya dengan DG.
Dia mengakui bahwa mereka telah mengenal satu sama lain sejak 2023 dan tinggal di kota yang sama yaitu di Kiev, Ukraina. OM juga mengungkapkan bahwa DG meminta untuk tinggal bersamanya karena masalah keamanan terkait keluarganya. OM memutuskan untuk mengizinkan DG tinggal sementara waktu di kediamannya.
Namun, yang menarik perhatian adalah adanya upaya OM untuk menyembunyikan DG saat petugas imigrasi mencari keberadaannya. Dia menyatakan bahwa dia berusaha melindungi DG karena kekerasan dalam rumah tangga yang dilakukan suami DG, dia tidak menyadari bahwa orang yang datang ke tempat tinggalnya adalah petugas imigrasi, ditambah lagi dirinya sedang dalam keadaan panik karena bertengkar dengan istrinya terkait keberadaan DG.
Pada kasus tersebut OM telah memberikan keterangan tidak benar terkait dengan keberadaan Orang Asing a.n. DG berkebangsaan Ukraina (dugaan penyalahgunaan Izin Tinggal Keimigrasian) dan berusaha menghalang-halangi petugas Imigrasi dengan menyembunyikan yang bersangkutan.
OM menyatakan penyesalannya atas keterlibatannya dalam masalah tersebut yang berujung pada dirinya ditempatkan dalam ruang detensi dan menyebabkan masalah dengan keluarganya. Kini, kasus ini masih menjadi perhatian pihak berwenang, dengan DG menjadi subyek pencarian untuk dimintai keterangan lebih lanjut terkait status izin tinggalnya di Indonesia.
Sebagai konsekuensi dari pelanggarannya, OM pun diamankan divisi keimigrasian Kanwil Kemenkumham Bali. Dalam pemeriksaan ia mengaku tidak mengetahui bahwa DG telah dipanggil oleh pihak imigrasi sebanyak tiga kali dan mangkir dan dia baru mengetahui masalah ini ketika petugas imigrasi menjelaskan situasinya.
Atas pelanggaran yang dilakukan OM, divisi keimigrasian Kanwil Kemenkumham Bali menetapkan Tindakan Administratif Keimigrasian berupa deportasi terhadap OM, namun untuk tugas teknis pendeportasian diserahkan kepada Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar. Pada 26 Maret 2024 OM diserahkan ke Rudenim Denpasar.
Pada kasus lainnya, OS mendapati dirinya terjerat dalam masalah izin tinggal di Indonesia setelah kehilangan paspornya. OS, seorang pria Ukraina kelahiran tahun 1999 pertama kali tiba di Indonesia pada 2 Oktober 2023 dengan VoA untuk tujuan wisata, ia melakukan perjalanan tunggal (single traveler) dari Ukraina ke Bali melalui rute Moldova-Turki-Sanghai-Bali.
Setelah itu, ia pun sempat memperpanjang VoA-nya yang berlaku hingga 30 November 2023. Selama di Indonesia, OS tinggal di sebuah hotel di Jl. Popies, Kuta Bali dan mengisi waktunya dengan melakukan olahraga ringan, berselancar di pantai, dan mengunjungi teman-temannya di Bali. Untuk membiayai hidupnya, OS bekerja sebagai guru komputer online dan menggunakan tabungan pribadinya.
Namun, masalah muncul ketika pada 16 November 2023, OS menemukan bahwa paspornya hilang bersama dengan beberapa uang. Namun, masalah muncul ketika pada 16 November 2023, OS menemukan bahwa paspornya hilang bersama dengan beberapa uang. Pada 26 Januari 2026, OS hendak meninggalkan wilayah RI melalui Bandara Internasional I Gusti ngurah Rai Bali, namun pada saat melalui pemeriksaan imigrasi, dirinya dinyatakan overstay 57 hari dan harus membayarkan biaya denda sebelum berangkat.
Hal ini menjadi permasalahan baru bagi dirinya karena ia tak punya cukup uang untuk menyelesaikan denda tersebut. Oleh karenanya, OS dipindahkan ke Kantor Imigrasi Kelas I Khusus Ngurah Rai untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Atas pelanggaran tersebut, Imigrasi Ngurah Rai menetapkan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap OS, selanjutnya karena pertimbangan kemungkinan pelaksanaan pendeportasian tidak dapat dilakukan dengan segera, maka OS diserahkan ke Rudenim Denpasar pada 7 Februari 2024 untuk didetensi dan diupayakan pendetensian lebih lanjut.
Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar Gede Dudy Duwita menerangkan pengenaan biaya denda overstay sendiri diatur dalam Peraturan Pemerintah No: 28 Tahun 2019 tentang Jenis dan Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang Berlaku pada Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia dimana denda dapat dikenakan bagi WNA yang overstay.
Selanjutnya Dudy Duwita menambahkan, setelah OM didetensi selama 1 hari, ia dideportasi pada 26 Maret 2024, Sedangkan OS dideportasi pada 27 Maret 2024 setelah didetensi selama 49 hari dengan seluruh biaya ditanggung oleh kedua WNA bersangkutan.
OM dan OS yang telah dideportasi akan dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi. “Sesuai Pasal 102 Undang-Undang No: 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan. Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya,” tutup Dudy. Kh-MD