Diputus NO, Priambada Ngaku ‘’PHDI-P Menang’’
Praktisi Hukum: Menang Kok Dihukum Bayar Beaya Perkara?
DENPASAR, MataDewata.com | Status Komang Priambada di akun Facebooknya, beberapa saat setelah Majelis Hakim PN Jakarta barat membacakan putusan, mengklaim gugatan PHDI -P menang dikomentari santai beberapa praktisi hukum yang dihubungi di Denpasar. Komentar Priambada tersebut dinilai membodohi dan menyesatkan, memelintir amar putusan pengadilan, tidak mencerminkan suatu perspektif hukum yang benar. Tidak menghormati pengadilan, seakan putusannya bisa ditafsir seenaknya dan asal bunyi saja.
Narasinya merusak edukasi dan pembinaan masyarakat maupun umat Hindu, karena narasinya menjadi polusi publik yang memboroskan energi masyarakat, yang memerlukan edukasi hukum yang mencerahkan.
‘’Walaupun putusannya NO (Niet Onvantkelijke Verclaard), gugatan tidak dapat diterima, dalam amar putusan majelis tidak eksplisit dinyatakan bahwa penggugat kalah, tapi kalau Priambada cermat menilai amar putusan majelis, bahwa penggugat lah yang dihukum untuk membayar beaya (biaya, red) perkara, ya penggugat lah yang kalah, menurut pengertian orang awam? Menurut informasi dari Tim Hukum PHDI Pusat yang dipimpin Pak Yanto Jaya, SH., Dkk, penggugat lah yang dihukum untuk membayar beaya perkara. Jadi, Komang Priambada Dkk selaku penggugat, artinya kalah, begitu bahasa awamnya,’’ kata beberapa praktisi hukum di Bali, Made Dewantara Endrawan, SH., Ketut Artana SH.,MH., Wayan Sukayasa, SH., serta Made Rai Wirata, SH.
Para praktisi hukum ini prihatin dan kuatir kalau Priambada tidak terkontrol, dan terus memproduksi narasi yang menjadi polusi hukum dan bisa berujung pada kasus hukum baru.
‘’Sebetulnya banyak yang mempertanyakan, bagaimana Priambada mengelola intelektualitas dan kecerdasannya, kok bisa membuat narasi dan status bahwa PHDI-P menang dengan sangat percaya diri? Lebih baik yang bersangkutan introspeksi, kalau perlu belajar hukum secara benar, agar tidak memproduksi komentar dan narasi yang merusak. Walaupun ruang publik seperti Facebook itu terbuka, publik media sosial juga punya hak untuk mendapat kenyamanan, informasi yang bersih dan benar, bukan informasi yang berupa polusi-polusi,’’ imbuh Sukayasa dan Endrawan.
Kendati amar putusan tak menyebutkan mana yang menang, karena terminologinya adalah putusan NO, penggugat dipersilakan melakukan upaya-upaya termasuk upaya hukum yang masih mungkin, termasuk mediasi melalui Kementerian Hukum dan HAM, seperti disebut dalam pertimbangan majelis.
Selanjutnya PHDI hasil Mahasabha XII yang sudah mendapat SK AHU Kementerian Hukum dan HAM, tetaplah merupakan legalitas hukum dalam negara yang berdasarkan hukum, bukan negara berdasarkan opini dan narasi seperti yang dilontarkan Priambada. Hingga berita ini diturunkan Komang Priambada saat dihubungi melalui pesan singkat WhatsApp (WA) belum memberikan tanggapan. Pw-MD