Akun ‘’Jro Bauddha Suena’’ Dilaporkan ke Polda Bali
Sebut Sulinggih PHDI ‘’Drona-Bisma’’ Korawa

DENPASAR, MataDewata.com | Status akun Facebook dengan nama ‘’Jro Bauddha Suena’’ yang menyebut Sulinggih PHDI hasil dari Mahasabha XII bersikap ‘’diam seperti Rsi Drona dan Pangeran Bhisma’’ di pihak Korawa dalam Itihasa Mahabrata, akhirnya dilaporkan ke Polda Bali. Dugaan penghinaan, fitnah, penyebaran kebencian, sebagaimana diatur dalam pasal 28 Undang-undang tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
Akun yang diduga milik orang bernama Jro Bauddha Suena itu dilaporkan oleh Nyoman Iwan Pranajaya, didampingi beberapa kuasa hukum, seperti Made Dewantara Endrawan, SH., Made Bandem Dananjaya, SH, MH., Ketut Artana, SH, MH., dan Putu Wirata Dwikora, SH. Mendapat tanda bukti laporan No: Reg: Dumas/608/VII/2022/SPKT/POLDA BALI, tanggal 31 Juli 2022.

‘’Klien kami memutuskan melaporkan akun Facebook JBS yang diunggah tanggal 16 Juli 2022 Pkl. 22:14, karena terang benderang menyebut Sulinggih PHDI dari Mahasabha XII bersikap diam, melakukan pembiaran terhadap sampradaya, disamakan dengan Rsi Drona dan Pangeran Bhisma di Korawa. Sudah jadi pengetahuan umum umat Hindu bahkan masyarakat, Korawa adalah karakter jahat dan sikap diam Drona dan Bhisma saat terjadi perjudian main dadu di Hastinapura, membiarkan Pangeran Dursasana menelanjangi Dewi Drupadi atas perintah Duryodana, yang ending dari kisah itu adalah perang Bharata Yudha, dengan gugurnya Bhisma dan Drona. Menyamakan Sulinggih PHDI dengan sikap diam Drona dan Bhisma, mengandung indikasi fitnah, pelecehan dan penghinaan,’’ kata para Kuasa Hukum pelapor.
Narasi akun Facebook ‘’Jro Bauddha Suena’’ yang dimuat tanggal 16 Juli 2022 Pkl. 22:14, yang dilaporkan ke Polda lengkapnya adalah:
Kenapa para sulinggih Hindu Dresta Bali/ Nusantara SABHA PANDITA PHDI MS XII “MENENG” (diam), TIDAK BERSIKAP TEGAS SECARA TERBUKA terhadap PENGIKUT AJARAN SAI BABA ?*
PHDI-P dan di PHDI MS XII. Kalo saja memang murni mau ngrajegang Dresta Kasulinggihan Bali/Nusantara, para sulinggih yang masing2 ada di ke-2 kubu bisa sangat menentukan sikap u/ menginstruksikan Pengurus Sabha Walaka dan Pengurus Harian di masing2 tingkatan melaksanakan Hindu Dresta Bali/Nusantara. Kenapa para sulinggih “meneng” (diam), TIDAK BERSIKAP TEGAS, menyikapi ini ? Khususnya para sulinggih Hindu Dresta Bali yang saat ini ada di kepengurusan Sabha Pandita PHDI Pusat MS XII.Jika para Sulinggih saja Meneng (diam) terhadap ajaran SAI BABA…itu namanya membiarkan atau PEMBIARAN.DALAM ITIHASA MAHABHARATA, SIKAP DIAM NYA RSI DRONA DAN PANGERAN BHISMA TERHADAP KONFLIK ANTARA PANDAWA DAN KURAWA ADALAH SALAH SATU PENYEBAB TERJADINYA PERANG BHARATA YUDHA
BALI NEGARA TEATER , seperti ditulis antropolog Cliford Geezt, kini kian nyata.
Untuk menegaskan bahwa status Jro Bauddha Suena itu fitnah dan kebohongan, pelapor menyertakan sejumlah bukti, dari bagaiman Sulinggih PHDI Bali maupun Sabha Pandita PHDI Pusat, sebagai organ Pandita PHDI maupun bersama-sama dengan Pengurus Harian dan Paruman Walaka atau Sabha Walaka, menghasilkan sejumlah keputusan. Diantaranya pencabutan pengayoman sampradaya Hare Krishna/ISKCON, SKB PHDI-MDA Bali 16 Desember 2020 yang membatasi pengembanan ajaran sampradaya non-dresta Bali diantaranya pelarangan penganut sampradaya menggunakan Pura dan wewidangannya, fasilitas dan wewidangan milik desa adat, fasilitas umum seperti pantai, jalan umum, lapangan umum, untuk kegiatan sampradaya.

‘’Untuk diketahui, pencabutan pengayoman sampradaya Hare Krishna/ISKCON adalah perintah Sabha Pandita PHDI Pusat, yang sebelumnya ada desakan, tuntutan dari PHDI Bali termasuk Pasamuhan Paruman Pandita PHDI Provinsi dan Kabupaten Kota seluruh Bali pada 10 Juni 2021, menuntut pencabutan pengayoman Hare Krishna/ISKCON. Jadi fitnah besar kalau JBS menyebut Sulinggih PHDI diam seperti Rsi Drona dan Bhisma, karena nyatanya ada sejumlah keputusan PHDI yang melibatkan Sulinggih,’’ kata Made Dewantara dan Ketut Artana.
Merupakan penghinaan dan pelecehan terhadap Sulinggih PHDI, karena karakter Drona dan Bhisma dalam Mahabharata, merupakan dua Bhagawan sakti yang memihak Korawa, dengan maharaja Drestarastra yang buta, didampingi Raja Sangkuni yang licik dan jahat. Sekalipun dikenal sebagai tokoh sakti dalam Mahabharata, dua sosok itu acapkali digunakan sebagai contoh figur yang tidak memihak kebaikan, tetapi justru memihak adharma. Dan menurut kuasa hukum Iwan Pranajaya selaku pelapor JBS,’’Orang yang paham epos Mahabharata, paham sosok Drona dan Bhisma, bukanlah sosok yang baik, karena tidak mampu memihak kebenaran. Nah, menuduh Sulinggih PHDI seperti Drona dan Bhisma, sama saja artinya menuduh Sulinggih PHDI berada pada pihak yang jahat,’’ kata Putu Wirata Dwikora.

Oleh karena JBS melontarkan ujaran bernada fitnah, hasutan, kebohongan, di ruang publik dan menyebar ke ruang publik, ada indikasi pelanggaran UU ITE dan pelapor meminta penegak hukum mengusut akun ‘’Jro Bauddha Suena’’ untuk diproses sampai tuntas. Membiarkan orang yang melontarkan fitnah, pelecehan dan fitnah, tanpa mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum, tidak hanya mencemari lembaga dan martabat kesulinggihan, tetapi bisa menjadi contoh yang akan ditiru banyak orang, kalau ternyata ujaran kebencian seperti itu tidak mendapat hukuman.
‘’Siapapun yang menebar fitnah dan hasutan di media sosial, harus bersedia mempertanggungjawabkannya secara hukum, tidak terbatas pada Jro Bauddha Suena saja, siapapun harus yang bertindak seperti JBS, harus diusut oleh penegak hukum,’’ imbuh Ketut Artana, SH. Pw-MD