Klarifikasi PHDI tentang ‘’Hari Arak Bali” Minta Fokusnya Edukasi, Jangan Euforia
DENPASAR, MataDewata.com | Diberitakan bahwa PHDI memberi dukungan pelaksanaan Hari Arak Bali oleh media tertentu dan dikonfirmasi oleh beberapa tokoh yang membaca berita tersebut, sejumlah pengurus PHDI akhirnya mengklarifikasi. Dalam pemberitaan beberapa media dimaksud, ada versi yang menyebut PHDI memberikan dukungan, ada pula versi lain yang menyebut PHDI justru meminta revisi.
Menjadikan tanggal 29 Januari 2023 untuk melakukan edukasi tentang ekses negative arak, sesuai tutur-tutur tentang moral, misalnya Panca Wanara Konyer, Panca Kokila dan lain-lain. Jangan sampai hari arak dibiarkan disalahpahami sebagai glorifikasi untuk pesta minum arak, sampai mabuk-mabukan.
‘’Kami harap, yang dibaca tidak hanya judul beritanya saja, juga tidak hanya dari satu atau dua media saja. Lebih lengkap lagi kalau pernyataan utuh PHDI Provinsi dan PHDI Kabupaten/Kota se-Bali 24 Januari 2023 dibaca,’’ kata Wakil Ketua PHDI Bali Bidang Kearifan Lokal, Nyoman Iwan Pranajaya, Ketua PHDI Kota Denpasar, I Made Arka, S.Pd, M.Pd., dan Ketua PHDI Kabupaten Klungkung, Putu Suarta, SH.
Imbuh Iwan, dalam Pernyataan 24 Januari 2023 itu, menindaklanjuti arahan Dharma Upapati dan Paruman Sulinggih. PHDI mengingatkan tentang potensi negatif arak, sebagaimana tutur Panca Wanara Konyer dan tutur-tutur lainnya. Menjelaskan bila diminum berlebihan bisa memabukkan. Karena potensi negatif itulah, PHDI meminta seremoninya direvisi, dengan mengedukasi masyarakat dan generasi muda.
Agar bagi yang minum jangan mengkonsumsi berlebihan. Pemerintah sendiri diminta tegas dengan penegakan hukum bagi pelaku pelanggaran, selain mengatur dan mengontrol produksi, distribusi dan perdagangannya dengan regulasi yang ketat. Tujuannya untuk membantu produsen arak Bali dan usaha menengah kecil dan mikro (UMKM) memang sungguh-sungguh dilakukan dengan langkah kongkrit.
Tentu dengan Pergub No: 1 Tahun 2020 tentang Minuman Fermentasi Dan Destilasi Arak Bali, memang benar dalam pelaksanaannya, bermanfaat untuk para produsen tetapi tidak menimbulkan dampak negatif bagi masyarakat.
‘’Tidak ada dukung-mendukung, yang ada justru peringatan dari Sulinggih PHDI, sebagai catatan yang harus diperhatikan oleh penyelenggara kewenangan, dari Gubernur, Bupati, Wali Kota dan pemangku kebijakan lain yang terkait,” ujar Wakil Ketua Bidang Kearifan Lokal PHDI Bali, Nyoman Iwan Pranajaya di Denpasar, Jumat (27/1/2023) agar pelaksanaan Pergub No: 1/2020 tersebut dicegah ekses-ekses negatifnya.
Lanjut menyampaikan karena memang realitasnya minuman fermentasi itu bisa menimbulkan dampak buruk bila dikonsumsi berlebihan, diperdagangkan tidak terkontrol serta pelanggarannya tidak ditindak tegas. “Mohon agar tokoh-tokoh yang berkomentar, tidak hanya mendasarkan judul berita di satu atau dua koran dan mohon dicermati seluruh butir pernyataan sikap PHDI tanggal 24 Januari 2023 itu. PHDI dan semua pemimpin berkewajiban mengingatkan masyarakat agar yang mengkonsumsi minuman fermentasi dan destilasi itu jangan sampai untuk mabuk-mabukan,’’ lanjut Nyoman Iwan Pranajaya.
Bahwa ada pro-kontra, dengan argument masing-masing, PHDI berkewajiban memberikan pandangan dan sikap yang proporsional. Pihak yang menolak, jelas merujuk pada dampak negatifnya, mabuk-mabukan, dampak mabuknya bisa memicu kekerasan, kriminalitas, bahkan rusaknya Kesehatan. Bagi pihak yang menyetujui, menitikberatkan argumennya pada realitas bahwa arak telah diproduksi turun temurun oleh rakyat kecil, digunakan dalam ritual agama Hindu. Bahkan ada yang menyoroti manfaatnya untuk kesehatan (medis/herbal) sampai potensi memperdagangkannya ke kalangan wisatawan. Dimana Bali dikunjungi oleh jutaan turis per tahun dan diantaranya mereka mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol.
Agama Hindu pun tidak menyatakan sebagai minuman terlarang dan yang dilarang adalah eksesnya, dimana nyatanya minuman beralkohol diperdagangkan di sektor pariwisata, secara terkendali dan terbatas. Pergub No: 1/2020 sudah berumur 3 tahun, kehadirannya sudah diterima, tapi segala ekses negatifnya menimbulkan kekuatiran banyak tokoh masyarakat, yang menyorot pelaksanaan Hari Arak Bali tanggal 29 Januari bisa terpeleset menjadi glofikasi, hura-hura, lalu merusak masyarakat.
‘’Kita berharap, Gubernur Bali memberikan atensi terhadap kritik-kritik yang disampaikan masyarakat. Seperti, bertitik tolak dari Pergub 1/2020 tersebut, dirayakan produksi dan launching Arak Bali ke mancanegara, ada MoU dengan pasar luar negeri tentang arak Bali, agar pasar wisata Bali ini tidak hanya mengkonsumsi Mikol dari luar Indonesia, seperti yang selama ini faktanya memang terjadi,’’ imbuh Putu Suarta.
Lanjutnya, di lapangan ada pihak yang menolak pencanangan hari arak Bali, ada pula yang mendukung penuh, baik melalui pernyataan terbuka, ataupun yang mendukung dengan cara terlibat dalam pelaksanaan hari H-nya, itulah bagian dari kehidupan bernegara dan bermasyarakat.
Gubernur bersama Bupati/Walikota dan jajarannya, mesti memberi atensi terhadap kritik masyarakat yang kuatir hari arak dipraktekkan sebagai glorikasi untuk bermabuk-mabukan, tentu dengan perencanaan dan program yang kongkret, tapi juga mesti memperhatikan kepentingan petani arak dan para pedagangnya, agar tidak melanggar regulasi yang berlaku.
‘’Kalau melanggar peraturan perundangan, pertama baiknya dilakukan pembinaan, tapi kalau membandel juga dan mengulangi pelanggaran, mestilah hukumnya ditegakkan,’’ imbuh Nyoman Iwan Pranajaya.
Iwan berharap, yang kontra, dengan melontarkan kritik dan masukan, tetap mengontrol tindak lanjut dari Pergub No. 1/2020 ini, sebaliknya, Gubernur Bali, Wayan Koster diharapkan secara sungguh-sungguh memperhatikan kritik dan masukan, karena apapun masukan mereka, banyak yang konstruktif untuk mengimplementasikan Pergub No: 1/2020 dan visi Sat Kertih Nangun Loka Bali itu. Pw-MD