Manajemen Atlas Super Club Gelar Guru Piduka “Mencuat Kasus” Finn Beach Club
Sikap Selanjutnya Diputuskan dalam Rapat Berbagai Eksponen Umat Hindu

BALI, MataDewata.com | Manajamen Atlas Super Club (ASC) telah menggelar ritual Guru Piduka, di Pura Banjar Adat Berawa, Desa Adat Tibubeneng, Kabupaten Badung, Sabtu (8/2/2025), bersamaan dengan hari suci Saraswati. Selain dihadiri segenap manejemen dan karyawan ASC, diundang juga para pejabat mulai dari Pj. Gubernur Bali, DPRD Bali, DPRD Badung, PHDI Bali dan lain-lain.
Guru Piduka diselenggarakan sebagai bentuk permohonan maaf menurut tradisi Hindu, atas peristiwa di ASC, berupa ditayangkannya simbol Dewa Siwa dalam LED, di mana berbagai Ormas Hindu maupun DPRD Bali, menyatakan protes atas peristiwa tersebut. Tim Hukum PHDI Bali bahkan melayangkan somasi terbuka, begitu video Dewa Siwa itu viral dan menimbulkan protes dan amarah.
“Kami mengapresiasi digelarnya upacara Guru Piduka oleh manajemen ASC, bersamaan dengan hari suci Saraswati, hari Sabtu ini,” ujar Wakil Ketua Tim Hukum PHDI Bali, Made Bandem Dananjaya, SH.,MH. dan Ketut Artana, SH.,MH.

Sesuai keyakinan Umat Hindu, dengan upacara Guru Piduka tersebut, diharapkan amarah, kegaduhan, gangguan terhadap harmoni baik sekala-niskala, alam fisik maupun alam non-fisik, bisa dipulihkan kembali. Bandem juga berharap, emosi Umat Hindu yang protes, bisa diredam perlahan, sementara sebagian Umat Hindu yang memaklumi peristiwa tersebut dan klarifikasi pihak manajemen, bisa semakin tenteram.
Dalam somasi terbuka tertanggal 2 Pebruari 2025, diharapkan dalam waktu 7×24 jam, ada klarifikasi pihak perusahaan yang bertanggung jawab, dan pihak ASC sendiri sudah langsung mengklarifikasi, meminta maaf melalui PHDI Bali serta menyelenggarakan Guru Piduka.

Pihak Tim Hukum PHDI juga menyatakan, setelah waktu 7×24 jam akan dirumuskan langkah selanjutnya, dengan mempertimbangkan aspirasi, masukan dan argument-argumen dari organisasi Hindu, mulai dari Pasemetonan di Bali, Yayasan bernafaskan Hindu, Ormas Hindu maupun kalangan perguruan tinggi Hindu.
“Kami tidak akan mengambil keputusan sendiri. Tapi, memutuskan dengan mendengar masukan, pertimbangan dan alasan-alasan rasional dari berbagai pihak. Apalagi, sekarang juga berkembang kembali pertanyaan, bagaimana perlakuan terhadap peristiwa yang serupa (mencuat kasus, red) di Finn Beach Club, di mana pihak manajemen tetap menyelenggarakan pesta kembang api tanpa mau menggesernya beberapa puluh menit, karena di saat bersamaan berlangsung upacara ritual Hindu, di mana ada Sulinggih sedang mapuja,” ujarnya.

“Itu menjadi atensi kami, karena peristiwanya juga viral, dan kini mulai dipertanyakan oleh umat maupun netizen. Mereka mengharapkan suatu koreksi menyeluruh, mendasar, bersifat adil dan tidak tebang pilih. Karenanya, penting kami undang berbagai elemen Umat Hindu, untuk mendapat masukan, pertimbangan serta alasan-alasan, agar apapun sikap kita nanti, telah mempertimbangkan berbagai aspek dan mendengar dari berbagai pihak,” imbuh Artana dan Made Bandem.
Wakil Ketua Tim Hukum, Made Bandem mengingatkan, masih ada yang belum klir dari pihak manajemen, di mana dalam audiensi dengan PHDI Bali, diminta adanya pernyataan maaf secara tertulis dan bersifat terbuka, yang ditandatangani dari penanggungjawab tertinggi di ASC, mulai dari komisaris dan direktur, tentu juga bersama manajemen sampai ke tingkat bawah.
“Pernyataan maaf bersama dari pejabat tertinggi sampai yang paling bawah itu penting, sebagai representasi bahwa sikap manajemen ASC itu sungguh-sungguh, kolektif dan merupakan tanggungjawab kolektif. Juga agar ke depannya, secara kolektif mereka lebih hati-hati, saling mengingatkan, saling mengawasi,” imbuh Bandem. Pernyataan maaf manajemen ASC dari pejabat tertinggi sampai paling bawah itu ditunggu dalam seminggu ke depan, untuk menjadi pertimbangan dalam rapat bersama yang diagendakan dalam seminggu ini. Pw-MD