Lahan Bali Dicaplok Akomodasi Priwisata Tidak Berizin

Siapa yang Buta dan Tuli?

BALI, MataDewata.com | Akhir Tahun 2020 Pengamat Tata Ruang Bali, Prof. Dr. Ir. Putu Rumawan Salain, MSi., menyampaikan data tingginya alih fungsi lahan hingga mencapai 700 hektar per tahun. Kini data terbaru membuat masyarakat Bali semakin tercengang, Kenapa? Kini (tahun 2025) sudah menyentuh angka 1.300 hektar per tahun. Data tersebut telah ia singkronkan dengan lintas instansi termasuk Dinas Pertanian. Tidak sampai di situ, maraknya alih fungsi lahan produktif menjadi akomodasi pariwisata bodong (tanpa izin) justru memunculkan tafsiran pencaplokan lahan sudah sentuh 2.000 hektar.

Maraknya pembangunan di lahan produktif, tumbuhnya vila-vila bodong hingga pondok wisata di tebing dan kawasan pegunungan yang belum memiliki peruntukan detail tata ruang untuk sektor pariwisata. Menunjukkan jenuhnya potensi alih lahan yang terjadi. Bisa dijumpai dengan mudah, lahan dibuka dan dimodifikasi untuk membangun fasilitas pariwisata. Bukit dipenggal, lahan dirubah fungsinya hingga mengganggu ekosistem alam.

Baca juga :  Pj. Gubernur Bali Hadiri Penyampaian Laporan Hasil Pemeriksaan Atas LKPP Tahun 2023

Beberapa kawasan pariwisata seperti Kuta dan Canggu menjadi kawasan jenuh yang padat, air bawah tanah tercemar, limbah tidak dikelola dengan baik, drainase buruk sebagai modal utama banjir di saat musim penghujan. Dicaploknya kawasan pantai, tebing hingga persawahan terus menguatkan kesepahaman tanda tanya hingga Masyarakat menjerit bertanya: Pemerintah ke Mana? Siapa yang Buta dan Tuli?

Satpol PP sebagai instrument penegakan Peraturan Daerah (Perda) juga dicap instrument pemerintah “Sere Panggang Sere Tunu (Sama Saja)” yang hanya diam menunggu laporan terjadinya pelanggaran penyerobotan lahan mengarah pada alih fungsi yang menentang aturan.

Kondisi ini menumbuhkan anggapan “Wisatawan Menginap di Villa Bodong, Akomodasi Berizin Dirugikan” akibat sejak lama pemerintah terlalu permisif atas berbagai pelanggaran yang terjadi terkait alih fungsi lahan. Pengamat Pariwisata, Dr. Drs. I Putu Anom., M.Par., menyebut Pemerintah Kabupaten/Kota di Bali lemah dalam menegakkan aturan. Sanksi terkesan tebang pilih hingga asosiasi usaha dinilai tidak kompak memperjuangkan nasibnya sendiri.

Baca juga :  Istri Perdana Menteri Jepang Bersama Istri Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kunjungi Puri Ubud

Mengaku di ganggu usahanya dan merugikan, tapi berharap ada Mulut Lain (pihak lain) yang bersuara lantang. Pertanyaan sama juga muncul: Mereka mau enak tapi diajak mikir sulit! Tentu bungkap dalam hati ngendumel, di sisi lain justru sikap tersebut menguatkan Jalan Tikus bagi investasi membabi buta merusak ekosistem usaha. Tidak saja akomodasi berbintang dan berizin resmi merasa dirugikan, pelaku usaha kecil juga tergilas dengan maraknya akmodasi berjejaring yang tidak taat aturan dalam konsep berimbang dan bekerlanjutan.

Daerah kehilangan potensi pajak, lahan produktif diinjak pemilik modal mengkandaskan harapan memperkuat pariwisata beralas budaya di Pulau Dewata. Kedatangan 6,3 juta lebih wisatawan, namun hunian tempat usaha mereka jauh merosot. Prof Anom memberi catatan tebal: Kemudahan regulasi memang harua ada, namun dengan catatan tetap mengikuti berbagai jenis perizinan yang dibutuhkan. Mempertegas harapan iklim investasi tetap harus terjaga dengan baik.

Baca juga :  Sidak DTW Goa Gajah, Kadispar Harap Pesan Sosialisasi Bali Terapkan Perda PWA Sampai kepada Setiap Wisman

Tanggapan sama juga datang dari Ketua Kadin Bali, Made Ariandi menyoal tidak semua pelaku usaha di Bali utamanya sektor pariwisata menjadi anggota asosiasi gemuk yang ia nakhodai. Terlalu terbukanya Bali tanpa filter yang ketat memantik iklim buruk investasi modal asing terus menggerus peraturan pemerintah. Berangkat dari semangat untuk menumbuhkan perekonomian Bali pasca pandemi Covin-19, Made Ariandi sungguh berharap pemerintah punya strategi baru menjaga kepariwisataan Bali benar-benar berkualitas. Tjk-MD9

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button