Kandia Jadi “Mahaprabu”, Wayan Jondra: PHDI Jangan Diam
Ada Dugaan Belum Dwijati dan Tampil Seperti Sulinggih
PHDI Tolong Bersuara Soal Status ‘’Mahaprabhu’’ Sukandia
DENPASAR, MataDewata.com | PHDI diminta bersikap tegas dan mengklarifikasi status “Mahaprabu’’ Putu Sukandia, yang viral di media sosial (Medsos) dan dipertanyakan melalui surat terbuka oleh orang yang menamakan dirinya Pan Coblong. Pan Coblong bertanya, apakah Putu Kandia memperoleh abhiseka ‘’Mahaprabhu’’ melalui diksa dwijati, atau melalui pawisik? Karena berdasarkan konfirmasi Ketua PHDI Tabanan, Wayan Tontra, orang bernama walaka Putu Sukandia itu, belum dwijati.
Mahaprabhu dikesankan sebagai nama anugerah melalui pawisik. Kalaupun benar ada anugerah pawisik, karena Putu Kandia berpenampilan seperti sulinggih yang sudah diksa dwijati, seperti menggunakan rambut ‘’meprucut’’, membawa ‘’teteken’’ atau tongkat pendek, pakaiannya berupa busana sulinggih, sepintas bisa jadi umat Hindu menduga yang bersangkutan seorang sulinggih dwijati. Pan Coblong bertanya, kalau sudah sulinggih, lalu apa arti busana mirip ‘’maharaja’’ yang duduk di singgasana raja? Ada pula foto Mahaprabu ini kakinya dicium oleh pengikutnya, apakah ini sebuah pergeseran dari menyembah Tuhan menjadi menyembah manusia, atau ini sebuah dreste Bali baru?
‘’PHDI Bali khususnya PHDI Tabanan sebagai tempat domisili yang bersangkutan, sebaiknya bersuara, dengan suatu cara agar jelas dan terang status Mahaprabhu dan mungkin juga jika ada orang lain yang berprilaku serupa itu, apakah sulinggih atau walaka. Kalau walaka, biar jelas bagi umat Hindu, karena viral di media, penampilannya seperti sulinggih, tetapi informasinya konon belum diksa dwijati, jika belum dwijati ada baiknya PHDI memberi pembinaan seperlu. Kalau di NTB ada Ibu Puji yang mengaku-ngaku sudah diksa, padahal ternyata melukat saja di Griya di Budakeling, menjadi jelas setelah PHDI NTB memberikan klarifikasi, bahwa ternyata Ibu Puji tidak pernah tercatat menjalani Diksa Pariksa di PHDI NTB, juga tidak ada catatan dwijati, sehingga PHDI NTB menyimpulkan berdasarkan fakta-fakta yang ada. Di Bali, untuk kasus Mahaprabhu ini, ada baiknya ada sikap jelas dari PHDI, agar jangan terus menjadi perbincangan publik di medsos, memperkeruh suasana yang berkembang saat ini. Jika hal ini dibiarkan dapat memberi dampak mencederai lembaga kesulinggihan,’’ kata Ketua Paiketan Krama Bali, Wayan Jondra di Denpasar, Senin (27/6/2022).
Dalam beberapa waktu belakangan ini, terjadi berkali-kali kasus yang berkaitan dengan status kesulinggihan. Ada oknum yang mengaku Sulinggih padahal setelah ditelusuri baru sampai ‘’munggah bawati’’ dan menjalani proses pidana sampai vonis dan dipenjara di LP. Ada Sulinggih lanang-istri tampil mesra dan fotonya diunggah di akun pribadi, ada sosok berpenampilan sulinggih yakni Mahaprabhu, dalam acara ulang tahun, berjingkrak bak biduan, menebar senyum lebar, dengan lagu-lagu pop. Ada pula sulinggih ‘’Dulang’’ yang viral dan dibully di medsos, dan dihakimi begitu rupa, walaupun belum jelas apa fakta dan kesalahan beliau.
Bila Sulinggih yang foto berciumannya diunggah di akun pribadi, sudah mengundurkan diri dari jabatan Dharma Upapati, maka kasus ‘’Mahaprabhu’’ ini jangan didiamkan dan dibiarkan terus bergulir menjadi narasi di medsos. Ada pula Sulinggih menyampaikan amarahnya di depan publikpun terjadi, padahal mestinya beliau sudah lepas dari ikatan duniawi dan mampu mengendalikan panca indrianya, tetapi prakteknya berbeda. Banyaknya kasus berkaitan dengan kesulinggihan ini tentu dapat mendegradasi kepercayaan umat/krama kepada Sulinggih, padahal tidak semua sulinggih seperti itu adanya. Sehingga PHDI perlu lebih serius dan sungguh-sungguh lagi menyikapi hal ini pungkas Jondra. Pw-MD