Nama Pemangku Besakih Dicatut, Tegaskan Tidak Hadir di Pasamuhan Ulun Danu

Beredar di Medos Jadi Formatur Sabha Pemangku

DENPASAR, MataDewata.com | Munculnya nama Pemangku beberapa Pura di Bali sebagai Formatur Pembentukan Saba Pemangku, dalam Paruman di Pura Batur 5 Juni 2022 lalu, yang beredar di media sosial (Medsos) dan dinnerbagai Group WhatsApp (WA) mendapat klarifikasi dari Pemangku Pura Agung Besakih, Jro Mangku Jana, Minggu (12/6/2022)

Beliau menyatakan tidak tahu ada pertemuan di Pura Ulun Danu Batur itu, tidak pernah hadir dan tidak pernah ada yang meminta untuk dimasukkan sebagai Formatur. Soal sikapnya terhadap isu di Medsos namanya dicatut sebagai Formatur Pembentukan Sabha Pemangku, Jro Mangku Jana juga menyatakan tidak berkenan untuk ikut, agar bisa fokus ‘’ngayah’’ di Kahyangan Agung Besakih. Salah satu Pura dengan kehadiran ‘’pemedek’’ untuk sembahyang selalu ramai dan sibuk.

Ucp-MD-GK-AK//5/2022/f1

Selain Pemangku, Bendesa Adat Besakih, Mangku Widhiarta juga menegaskan, tidak pernah mendapat undangan. Bahkan mengaku tidak tahu menahu dan tidak pula hadir atau mengirim Pemangku Besakih. Apalagi menyetujui pencantuman Pemangku Pura Besakih sebagai Formatur Sabha Pemangku.

Dua ‘’Pemucuk’’ penting Pura Besakih menegaskan hal itu dalam komunikasi telepon dengan Ketua Paruman Walaka PHDI Bali, Prof. Dr. I Gusti Ngurah Sudiana, yang sebelumnya juga Ketua PHDI Provinsi Bali, sebelum digantikan oleh Nyoman Kenak, SH. Komunikasi terjadi karena nama sejumlah Pemangku muncul dalam Medsos dan diteruskan lagi dalam grup-grup WA yang isinya sebagai berikut:

Ucp-MD-WA-GK//8/2022/f1

Medio 5/6, Pesamuan Pamangku Padma Bhuwana,Dang Kahyangan dan Kahyangan Desa se Bali, di Pura Ulun Danu Batur.
Agenda :
1.Nyikiang Pakayun nindihin Dresta Bali dari Pengaruh Sesat Samprdaya Asing HK dan SBB, dengan hasil : DEKLARASI PELARANGAN KEGIATAN SAMPRADAYA ASING DI PURA
2.Membentuk Sabha Pamangku, sbg kelengkapan 5 pilar (Panca Angga) organ organisasi PHDI-P, dengan hasil : TERBENTUK FORMATUR PEMBENTUKAN SABHA PAMANGKU.

Baca juga :  Pj. Gubernur Mahendra Jaya Hadiri Puncak Karya Panca Wali Krama Pura Mandara Giri Semeru Agung

Adapun formaturnya sbb:
1. Jro Gde Batur
2. Pemangku Pura Besakih
3. Pamangku Pura Agung Kentel Gumi
4. Pamangku Pura Luhur Uluwatu
5. Pamangku Pura Luhur Batu Kau

Dikuatirkan, berita Medsos yang berkali-kali teruskan dan viral itu bisa menimbulkan beragam persepsi yang tidak jelas dan mengganggu kerukunan Pemangku, Pengemong Pura, maupun umat Hindu, Karenanya, diharapkan, dengan klarifikasi tersebut, berita-berita yang tidak jelas sumber dan apa tujuannya menghembuskan berita tentang pencatuman nama 5 Pemangku Pura sebagai Formatur Pembentukan Sabha Pemangku dalam pertemuan di Pura Ulun Danu Batur, 05 Juni 2022, diharapkan umat Hindu tidak menduga-duga dan berprasangka yang bukan-bukan.

Meresahkan, ‘’Tidak Bisa Dibina, Keluar dari Bali’’
Pesamuhan 5 Juni 2022 itu beredar luas di media sosial, dimana ada pernyataan Ida Pengelingsir Putra Sukahet menyinggung-nyinggung perihal ajakan untuk ‘’men-sweeping’’ umat Hindu yang sembahyang ke Pura. Apakah yang bersangkutan sampradaya ataukah dresta Bali. Kalau sampradaya, dan tidak bisa dibina dan disadarkan kembali ke dresta Bali, oleh Putra Sukahet dinyatakan agar yang bersangkutan keluar dari Bali. Serta menyebut posisinya sebagai Ketua Asosiasi FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) Indonesia, dan sudah menyampaikan bahaya gerakan sampradaya di Bali ini di forum FKUB yang disebutnya mengkonversi umat sudah beragama dan tidak sesuai Pancasila.

Baca juga :  Iwan Pranajaya: Yakin Nuding MGPSSR dan Jagabaya Dulang Mangap Ikut Rusak Dresta Bali?
Ucp-MD-WE/GK/8/2022/f1

Adapun narasi yang videonya beredar luas, Ida Sukahet menyatakan antara lain….‘’Saya setuju, dengan dana demarkasi ini, kita identifikasi, mana orang-orang yang penganut sampradaya asing, mana yang ajeg Hindu dresta Bali, harus colek pamorin, begitu dia atau merek ke pura, tanya, apakah akan kembali ke dresta Bali, ataukah tetap sampradaya asing, karena kalau mereka kembali; inggih tityang matur sisip, ngaturang Guru Piduka, Upasaksi. Karena tujuan kita, bukan membenci, tapi menyadarkan dan membina, tapi kalau tidak bisa disadarkan dan dibina, keluar dari Bali…..dst’’

Pernyataan itu cukup meresahkan umat Hindu, karena secara tidak langsung membenturkan sesama umat Hindu yang bersaudara. PHDI Provinsi Bali lalu mengirim surat edaran yang ditujukan kepada petinggi di Provinsi Bali, mulai dari Gubernur, Pangdam Udayana, Kapolda Bali, Kejati Bali, DPRD Bali, agar memberikan atensi terhadap situasi di umat, terkait narasi Ida Pangelingsir Agung Sukahet tersebut. PHDI juga mengimbau agar Pasemetonan Hindu di Bali, Paiketan Pinandita Sanggraha Nusantara, Bendesa Adat se-Bali dan semua umat Hindu, untuk bersama-sama menjaga situasi di Bali agar kondusif.

Apalagi, bila narasi Ida Sukahet tersebut dikaitkan dengan pencantuman 5 Pemangku Pura sebagai Formatur Pembentukan Sabha Pemangku, maka implikasinya bisa kemana-mana, dan berpotensi untuk menimbulkan gesekan.

Ucp-MD-GK-WS//8/2022/fm

Ketua dan Sekretaris PHDI Bali, Nyoman Kenak dan Putu Wirata yang bertandatangan dalam surat edaran tersebut menyampaikan, bahwa SKB PHDI-MDA tanggal 16 Desember 2020 menegaskan pembatasan pengembanan sampradaya asing yang tidak sesuai dresta Bali, di wewidangan Pura dan wewidangan milik desa adat, serta fasilitas umum lainnya. Bertandatangan dalam SKB tersebut, Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet sebagai Ketua MDA dan I Gusti Ngurah Sudiana sebagai Ketua PHDI Bali.

Baca juga :  Simakrama PHDI se-Bali di Karangasem: Tetap Solid dan Bersinergi dengan Multi Pihak

Sementara Pasamuhan Agung Paruman Pandita PHDI Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Bali, 10 Jui 2021 di Wantilan Pura Besakih merekomendasikan penolakan terhadap ajaran sampradaya Hare Krishna/ISKCON dan mengusulkan pencabutan pengayoman oleh PHDI Pusat, disertai arahan agar penganut sampradaya asing dirangkul untuk diajak kembali ke ajaran leluhur dresta Bali yang sudah ada, untuk menjaga kerukunan dan kedamaian di Bali. Dalam SKB PHDI-MDA 16 Desember 2020 tidak ada narasi bahwa penganut sampradaya harus meninggalkan Bali. Tapi, dirangkul untuk kembali ke dresta leluhur Bali dan upaya itu harus dilakukan dengan kesabaran dan kerja keras yang paras paros. Pengayoman sampradaya sudah dicabut per 30 Juli 2021, dan diperkuat dengan pencabutan pengayomannya dalam AD/ART Mahasabha XII di Jakarta.

‘’Ini bukan soal sok bijak nggih, negara punya sistem hukumnya, dresta leluhur Bali pun pasti punya adab hukum memperlakukan warga atau krama, dan kalau memaksa pengusiran seperti yang dinarasikan, dampaknya bisa secara sosial dan hukum,’’ kata Nyoman Kenak dan Putu Wirata Dwikora. Pw-MD

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button