Ajukan Banding, Keluarga Korban Penganiayaan Tidak Terima Terdakwa Dihukum Empat Bulan Penjara

TABANAN, MataDewata.com | Terdakwa atas nama Pande I Gede Ketut Maja Ari Saputra alias PIGKMASP dinyatakan terbukti bersalah atas keterlibatannya dalam kasus penganiayaan terhadap korban perempuan, yang bernama Sonya alias Icha (23 tahun), saat sidang pembacaan putusan, yang digelar secara daring di Ruang Sidang Atas Kartika, PN (Pengadilan Negeri) Kelas I B Tabanan, Kamis (3/2/2022).

Dalam nomor perkara 129/Pid.B/2021/PN/Tab, Majelis Hakim PN Tabanan, Achmad Peten Sili, S.H.,M.H., membacakan langsung putusannya, yang menyebutkan, terdakwa PIGKMASP terbukti melakukan penganiayaan dan lebih condong mengandung unsur kekerasan. Atas perbuatannya, terdakwa dihukum pidana penjara selama 4 (empat) bulan, sebagaimana diatur dalam pasal 351 ayat (1) KUHP.

Ik-MD-RPP/2/2022/f1

Namun, keputusan PN Tabanan tidak diterima keluarga korban, Ketut Adi Sriwati yang akrab disapa Bu Sari (64 tahun), yang dianggapnya terdakwa divonis ringan, hanya empat bulan penjara. Kedepannya, Bu Sari akan melakukan upaya hukum selanjutnya, dengan mengajukan banding ke PT (Pengadilan Tinggi). “Wah, tidak bisa begitu, nanti saya mau naik banding lagi. Ga terima saya, saya akan ajukan banding ke PT. Putusan sangat ringan hanya 4 bulan penjara,” tegas Bu Sari.

Sementara itu, atas seizin Kasi Intelijen Kejari Tabanan, Kasi Tindak Pidana Umum Kejari Tabanan, I Dewa Gede Putra Awatara, S.H.,M.H., memberikan keterangan atas putusan terhadap terdakwa PIGKMASP di ruangannya, bertempat di Kantor Kejari Tabanan, Jalan PB Sudirman No: 5 Tabanan, pada Kamis (3/2/2022).

Menurutnya, vonis yang dijatuhkan PN Tabanan lebih ringan dari tuntutan JPU (Jaksa Penuntut Umum) selama 6 bulan penjara. Berdasarkan pedoman tuntutannya bernomor 3 tahun 2001 tentang tuntutan pidana, semestinya pihak JPU bisa menerima hasil putusan PN. “Kami masih punya waktu 7 (tujuh) hari untuk pikir-pikir terkait kasus ini. Akan tetapi, konsekuensinya karena sudah memenuhi 2/3 dari tuntutan kami, jadi, untuk apa lagi? Sedangkan, untuk upaya hukum lain, belum bisa kami tentukan,” bebernya.

Foto: Kasi Pidum Kejari Tabanan, I Dewa Gede Putra Awatara, S.H.,M.H.

Lebih lanjut, dijelaskan, berdasarkan fakta-fakta persidangan, JPU mengajukan perkara tersebut berdasarkan Pasal 351 tentang penganiayaan dan Pasal 289, 290 ayat (1), Pasal 281 KUHP atas dugaan tindak pidana pencabulan. “Fakta atas unsur kekerasannya lebih condong, artinya Pasal 351. Sementara, dari hasil visum sendiri disebut ada unsur kekerasan, tetapi benda tumpul seperti begitu,” paparnya.

Dijelaskan Dewa Awatara, korban Icha sempat diajukan kedalam persidangan sesuai hasil visum, ternyata pasca dicek di Rumah Sakit Prashanti, tidak dapat dipastikan ada benjolan-benjolan di bagian kepala, tetapi korban hanya menyatakan ada rasa sakit.

Soal kronologi kejadiannya, keluarga korban, Bu Sari menceritakan kejadian yang menimpa korban Icha berlangsung menjelang akhir tahun 2021, tepatnya tiga bulan sebelum memasuki tahun 2022.

Kala itu, Bu Sari menceritakan, dirinya sedang mengurus suaminya, Ketut Aryawan (64 tahun) yang sedang opname di rumah sakit akibat patah kaki. Sepulang rumah sakit, ia pulang ke rumahnya di Jalan Jalak Putih, Tabanan dan tiba di rumahnya, pukul 01.28 WITA. Saat itu, ia mendengar suara teriakan korban Icha. “Aduh sakit, aduh sakit,” ungkap korban menirukan suara Icha yang merintih sakit akibat dibenturkan ke tembok.

Ik-MD-Dr.BGS//20/2021/f1

Menurutnya, dirinya menuju kamar korban Icha yang tak terlalu jauh dengan kamarnya. Betapa terkejutnya Bu Sari, melihat ada orang lain di kamar korban Icha. Kemudian, Bu Sari mengusir laki-laki yang diduga keponakannya tersebut, dikarenakan sudah menjelang dinihari dan ia mengusir terdakwa PIGKMASP agar tidak ribut dengan tetangga.

“Saya terkejut, siapa kamu? Saya lihat dia membenturkan kepala anak saya ke tembok dua kali. Lalu, rambut anak perempuan saya ditarik. Begitu dia lihat saya, tangannya yang ada di rambut anak saya dilepas. Anak saya langsung lari ke belakang,” ungkap saksi Bu Sari.

Kejadiannya tak berhenti disitu saja. PIGKMASP sempat mengutarakan ancaman terhadap korban Icha, sehingga menimbulkan trauma beban psikologi hingga saat ini. “Awas nah, matiang cang awak (diancam dibunuh-red). Dibegitukan anak saya, diancam begitu. Saya bilang, enak saja seperti mematikan legu (nyamuk). Pergi kamu! Tapi, dia si laki-laki itu terus mengejar anak saya hingga ke kamar adik Icha bernama Bisma. Anak saya diseret. Si adik Bisma marah, lalu si laki-laki itu didorong, demi menolong kakaknya,” terangnya.

Ik-MD/RSPR/DPS//15/2021/f1

Usut punya usut, ternyata, laki-laki yang menganiaya Icha adalah keponakannya, yang diduga memacari saudaranya sendiri. Kemudian, kasusnya telah dilaporkan ke polisi hingga akhirnya berujung ke pengadilan.

Korban Icha menolak rujuk kembali dengan terdakwa PIGKMASP, yang dulunya sempat menjalin kasih, yang kemudian diduga putus setahun lalu. “Jadi, laki-laki ini dulu pacarnya. Sudah putus satu tahun. Memang dari dulu, suka mukuli anak saya. Nah, anak saya ini, ga pernah cerita,” ungkapnya.

Oleh karena itu, Bu Sari menjelaskan, korban Icha masih trauma hingga saat ini. Untuk itu, ia terus memberikan nasehat dan dukungan agar korban tidak trauma sekaligus melupakan kejadian penganiayaan yang sempat dialaminya. “Saat di pengadilan, Icha trauma dan tidak mau ketemu orang itu. Padahal hanya lihat via daring,” pungkasnya.
Ac-MD

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button