Kedepankan Konsep Bhakti dan Eling, Gung Nik: Kami Akan Bangun Umah Bali di Tukad Bindu
DENPASAR, MataDewata.com | Menciptakan sungai bersih memerlukan upaya berkelanjutan, tidak saja didukung oleh seluruh lapisan masyarakat untuk tidak membuang sampah ke sungai namun bagaimana sungai mampu menjadi sumber daya yang terus dijaga sebagai bagian dari tradisi. Hal tersebut disampaikan Pembina Komunitas Peduli Sungai (KPS) Denpasar, I Gusti Rai Ari Temaja saat ditemuai di Tukad Bindu, Kamis (20/5/2021).
Lebih lanjut dikatakan, sungai bersih selama ini identik dengan kegiatan membersihkan aliran sepanjang sungai. Sehingga ia menilai menjaga sungai tidak terbatas pada upaya merubah maindset dan mental block masyarakat saja. Karena selain faktor alam, manusianya sendiri juga harus mendukung upaya pelestarian kearifan lokal masyarakat yang memandang sungai bagian utama dari kehidupan masyarakat salah satunnya yakni melalui gotong royong.
“Merubah meindset di zaman melinial ini, yang biasanya sungai untuk buang sampah kini dengan adanya Komunitas Peduli Sungai atau KPS kita bisa merubah maindseet dan mental block masyarakat. Kita giat tidak sekedar bersih-bersih saja. Tanpa merubah maindseet dan mental block mereka pasti repot juga. Pasti ada titik jenuh juga kita bersih-bersih,” ujar pria yang akrab disapa Gung Nik itu.
Tidak ada batasan upaya untuk nenjaga sungai bersih ditegaskan Gung Nik, yang tidak melulu berupaya agar masyarakat tidak membuang sampah ke sungai atau membuang limbah saja. Lebih dari itu KPS harus mampu hadir sebagai relawan yang mengajak masyarakat untuk mau peduli akan kebersihan sungai termasuk menjaga keseimbangan alam. Karena menurutnya sebersih apapun sungai bila alam rusak juga akan merusak aliran sungai.
Diceritakannya, berdasarkan semangat mendirikan Yayasan Tukad Bindu yang beranjak di usia empat tahun, Gung Nik bersama KPS seluruh Kota Denpasar dan Kabupaten/Kota lainnya senantiasa melakukan upaya bersinergi untuk memformulasikan gerakan bersih sungai. Upaya tersebut tentu mendapatkan dukungan penuh dari Balai Wilayah Sungai (BWS) Bali Penida. “Tujuan Yayasan utama mengedukasi masyarakat, bagaimana mampu meginspirasi bagi yang lainnya,” tegas pria yang gemar aksi sosial itu.
Lebih lanjut disampaikan, Upaya menjadikan sungai bersih khusus di Yayasan Tukad Bindu diarahkan untuk mampu mensejahterakan masyarakat di sepanjang bantaran sungai. Termasuk masyarakat yang bisa diajak meningkatkan potensi sungai dan bantaran sungai dari sisi ekononi. Tentu saja upaya ini dilakukan memotivasi KPS lainnya agar tidak saja menjadikan sungai bebas sampah tapi bisa dijadikan destinasi sekaligus media edukasi.
“Yang jelas bagaimana komitmen kita mampu mensejahterakan masyarakat lewat lingkungan itu sendiri. KPS di Denpasar terbentuk saat ini dalam legalitas hampir 30 komunitas. Sesuai konsep di Bali Agama Tirta . Kembali kearifan lokal bagaimana mensucikan air itu sendiri,” tegasnya seraya mengatakan bahwa air sebagai sumber dari segala sumber kehidupan yang wajib dan harus dijaga kebersihan dan kelestariannya. “Kalau tanpa itu jangan kaget kalau kita tidak menjaga mata air, yang jelas air mata akan mengalir,” tandasnya.
KPS selain bergerak mengedukasi di kawasan hulu, tengah dan hilir juga disampaikan perlu terobosan program lanjutan seperti yang telah disiapkan Yayasan Tukad Bindu. Yakni membangun kawasan konservasi dan edukasi berupa Umah (rumah) Bali. Termasuk didalamnya mengembalikan biota yang hidup di dalam sungai sebagai potensi yang bisa dinikmati berkelanjutan. “Selain itu perlu dipahami giat dengan partisipasi semua harus berperan. Keterkaitan pemangku kepentingan. Keterikatan sebuah hasil yang diperoleh dan merupakan tanggu jawab berkelanjutan,” harapnya.
Terkait pembangunan Umah Bali diakuinya telah masuk di program kerja tahun 2020, namun karena pandemi terpaksa harus diundur. Umah Bali sendiri akan dibangun sebagai tempat edukasi yang mengkomunikan segala ativitas masyarakat Bali untuk menjaga keseimbangan alam sebagai bagian dari inplementasi Tri Hita Karana. Termasuk di dalamnya berbagai ritual sehari-hari masyarakat Hindu Bali yang menempatkan upakara atau ritual bukan semata-mata sebagi ungkapan syukur semata.
“Kita akan bangun bukan Rumah Bali dulu atau sekarang, tapi Bali sebenarnya. Mebanten saiban dan lain-lain, ada paon (dapur, red) Bali. Bale Delod, Bale dauh. Apa kegiatan nak (orang, red) Bali dalam tatanan upakara bukan sekedar sebagai rasa bersyukur. Namun lebih pada mengharmoniskan Konsep Eling dan Bhakti sesuai Konsep Tri Hita Karana,” jelasnya dan berharap akan segera terwujud dengan dukungan dari segala pihak. “Banyak lahan kosong, lima are cukup. Karena disini lahannya hampir dua hektar. Dana dari swadaya masyarakat, CSR dan pemerintah juga. Rencana dikerjakan tahun 2020 karena pendemi kita mundur lagi. Kalau tidak memungkinkan 2021, ya kita kerjakan tahun 2022,” tutup Gung Nik. Gn-MD