Bupati Giri Prasta Hadiri Karya Ngasti Wedana Nyekah Kinembulan Desa Adat Sandakan Petang

BADUNG, MataDewata.com | Bupati Badung, I Nyoman Giri Prasta menghadiri karya ngasti kinembulan, metatah, mepetik dan tutug kelih di Desa Adat Sandakan, Desa Sulangai, Kecamatan Petang, bertepatan dengan rahinan Tilem Kapitu, wuku Kulantir, Rabu (10/1/2024).

Turut hadir anggota DPRD Bali Bagus Alit Sucipta, perwakilan Dinas Kebudayaan Badung, Camat Petang, Perbekel Desa Sulangai, Bendesa Adat Sandakan, tokoh muda Bima Nata dan krama pemilik sawa.

Bupati Nyoman Giri Prasta dalam sembrama wacananya mengajak semeton krama pemilik sawa semua harus selalu berpedoman dengan ajaran Agama Hindu berlandaskan Dharmaning Leluhur, Dharmaning Agama dan Dharmaning Negara.

Karya ini merupakan karya yang utama dan telah sesuai dengan sastra serta ajaran agama hindu. “Karya ini disebut dengan mamukur kinembulan. Memukur artinya nyekah dan kinembulan artinya bersama atau secara gotong royong. Diharapkan, rasa gotong royong dan persatuan krama Desa Adat Sandakan harus tetap dijaga demi kemajuan pembangunan di Desa adat yang akan diwariskan kepada generasi penerus,” jelasnya.

Baca juga :  Wabup Suiasa Hadiri Peresmian Soft Launching SPKLU Solar Charging Station
Ik-MD-Sp-BPD Bali/15/2023/fm

Lebih lanjut Giri Prasta menyampaikan, pentingnya karya atma wedana kinembulan karena upacara atma wedana dan sawa prakerti ini merupakan sebuah sarana upacara untuk menyucikan atma sehingga menjadi Dewa Hyang Guru dan melinggih di merajan rong telu.

Banyak rangkaian dari upacara nyekah yang patut dilaksanakan oleh krama, mulai dari ngangget daun beringin, murwa daksina, pralina puspa, meajar-ajar dan terakhir mamitang ke Pura Dalem dan ngelinggihang di masing-masing merajan.

Baca juga :  Gubernur Wayan Koster Lantik Badan Pengelola Kawasan Suci Pura Agung Besakih

Dalam pelaksanaan upacara ini juga harus menjalankan Panca Suara yaitu pertama Ida Sulinggih mepuja suara genta, yang kedua mamutru/ngwacen lontar atma prasangsa, ketiga sesolahan Topeng Sidakarya, keempat sesolahan wayang lemah dan yang kelima kidung/pesantian.

Selanjutnya dalam prosesi meajar-ajar ada yang disebut Catur Loka Pala. Yang terakhir dan utama adalah saat ngelinggihang disebut Dewa Pratista bermakna menyatukan bumi dengan langit dengan konsep padu muka, dan prosesi ngelinggihang yang disebut Dewa Pratista ini berdasarkan Lontar Panglukuning Dasa Aksara dan Lontar Panglukuning Panca Aksara Pari Kandaning Parahyangan.

Baca juga :  Tumpek Wariga, Pemkot Denpasar Gelar Persembahyangan dan Prosesi Nguduh Sarwa Tumuwuh

“Saya harapkan semua prosesi upacara tersebut dapat diikuti oleh semua keluarga sebagai tanggung jawab serta wujud bakti kita kepada leluhur yang diupacarai,” pintanya seraya menyerahkan bantuan dana pribadi sebesar Rp50 juta yang diterima langsung oleh Bendesa Adat Sandakan dan disaksikan oleh krama setempat.

Prawartaka karya Ida Bagus Nata Manuaba melaporkan karya ngasti kinembulan ini dilaksanakan setiap lima tahun sekali dan untuk tahun ini diikuti oleh jumlah sawa 15, metatah 28, mepetik 29, tutug kelih 15. Terkait sumber biaya berasal dari APBdes sebesar Rp250 juta serta punia dari krama Desa Adat Sandakan. Hb-MD

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button