Libur Fakultatif Hari Dewali dalam Edaran Dirjen Bimas Hindu, PHDI: Bukan untuk Umat Hindu Bali
DENPASAR, MataDewata.com | Hari Dewali yang merupakan festival perayaan kemenangan Rama melawan Rahwana dan kepulangan bersama Dewi Sita yang diculik dari Alengka ke Ayodya sedang ramai menjadi gunjingan menjelang Hari Galungan dan Kuningan di Bali yang jatuh pada tanggal 2 Agustus 2023. Libur fakultatif dan bukan libur nasional untuk Dewali, tercantum dalam Surat Dirjen Bimas Hindu tertanggal 18 Oktober 2022 itu, dan disebutkan jatuh pada tanggal 12 November 2023.
Nyoman Kenak mengajak tokoh-tokoh di Bali mencerahkan umat dan masyarakat, jangan ikut-ikutan menyebarkan narasi yang bernada fitnah dan membenturkan umat serta masyarakat yang memerlukan kesejukan dan informasi yang benar.
Berkaitan dengan hal tersebut. sekelompok orang yang nada dan narasinya membenturkan umat Hindu menyebut Surat Dirjen Bimas Hindu Kementerian Agama tanggal 18 Oktober 2022 tersebut sebagai Indianisasi dan berpotensi menggerus tradisi Hindu Bali, khususnya Galungan.
‘’Hal itu sama sekali tidak benar. Sebab, sesuai edaran PHDI Bali, Hari Galungan tanggal 2 Agustus 2023 di Bali tetap dirayakan seperti biasa termasuk Hari Penampahan Galungan yang bersamaan dengan Bulan Purnama pada tanggal 1 Agustus 2023,’’ ujar Ketua PHDI Bali, Nyoman Kenak di Denpasar, Rabu (26/7/2023).
Pada hari Galungan, umat Hindu di Bali yang bekerja sebagai Pegawai Negeri ataupun pegawai di kantor swasta mendapat libur fakultatif,guna merayakan Hari Suci Galungan tersebut. Lanjut menegaskan tidak akan ada libur fakultatif untuk umat Hindu Bali pada tanggal 12 November 2023 nanti. Libur fakultatif berlaku bagi umat Hindu etnis India yang merayakan Dewali, informasinya banyak tinggal di Medan, Sumatera Utara dan Kota DKI Jakarta.
Sekretaris PHDI Bali, Putu Wirata Dwikora menambahkan, dicantumkannya hari libur fakultatif untuk Hari Dewali itu berlaku bagi umat Hindu etnis India yang memang ada di lingkungan Bumi Nusantara. Sebagaimana Hindu menghargai kebhinnekaan, demikian juga filosofi kebangsaan Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Nanti, perlu juga mengatur libur fakultatif bagi Hindu khas lainnya, seperti umat Hindu Bromo yang merayakan Kasodo agar mereka yang bekerja sebagai pegawai negeri ataupun swasta diberikan libur fakultatif pada saat Hari Kasodo tersebut,” imbuh Putu Wirata.
Putu Wirata menambahkan, tidaklah benar ujaran dan narasi-narasi di media sosial yang menghembuskan isu bahwa pencantuman Dewali sebagai libur fakultatif umat Hindu di Surat Dirjen Bimas Hindu merupakan pengaruh-pengaruh sampradaya. Apalagi disebut sebagai Indianisasi Hindu yang ada di Bali dan Nusantara. “Libur fakultatif perlu juga nantinya diperjuangkan untuk Hindu Nusantara sesuai dengan kekhasannya, seperti halnya libur fakultatif untuk Hari Galungan bagi umat Hindu Bali,’’ tegasnya.
Surat Dirjen Bimas Hindu itu ditandatangani tanggal 18 Oktober 2022, berisi tentang Daftar Hari Raya Agama Hindu yang Dimintakan Libur Nasional dan Libur Fakultatif Tahun 2023. Dengan demikian jelas, libur nasional yakni Hari Suci Nyepi, termasuk rangkaiannya Hari Tawur Agung Kesanga dan Ngembak Gni. Sementara yang masuk libur fakultatif adalah Hari Suci Galungan dan Umanis Galungan, Hari Penampahan Kuningan dan Hari Raya Kuningan, Hari Suci Saraswati, Hari Suci Pagerwesi termasuk Hari Devali.
‘’Jadi, sangat keliru menarasikan Surat Dirjen Bimas Hindu itu seakan-akan umat Hindu Bali juga merayakan Dewali, karena nyatanya Dewali dirayakan umat Hindu etnik India yang banyak di Jakarta dan Medan, Sumatera Utara,” jelas Putu Wirata. Spirit perayaannya pun mirip dengan perayaan Galungan, merayakan kemenangan dharma atas adharma. Kalau umat Hindu Bali secara legenda menyebut kemenangan dharma (Dewa Indera) yang berhasil mengalahkan Mayadenawa (adharma),” terang Putu Wirata lebih lanjut. Pw-MD