Pasamuhan Paruman Pandita PHDI se-Bali di Besakih Jadi Bukti Kebohongan Jro Bauddha Suena
DENPASAR, MataDewata.com | Tudingan akun Facebook Jro Bauddha Suena (JBS) yang menyebut Sulinggih Dresta Bali di PHDI Mahasbha XII terdiam seperti Drona dan Bhisma di kerajaannya Korawa dalam menyikapi polemik sampradaya Hare Krishna/ISKCON dan Sai Baba, terbukti tidak benar. Terindikasi sebagai fitnah dan pencemaran nama baik lembaga kesulinggihan, khususnya Sulinggih PHDI. Karena secara faktual, diantara sejumlah keputusan PHDI yang puncaknya adalah pencabutan pengayoman Hare Krishna/ISKCON dan tidak dicantumkannya pengayoman sampradaya dalam AD/ART PHDI Mahasabha XII.
Antara lain ada desakan para Sulinggih dalam Pasamuhan Paruman Sulinggih PHDI se-Bali, tanggal 10 Juni 2021 di Wantilan Pura Besakih. Lebih dari 100 Sulinggih Paruman Pandita PHDI se-Bali, hadir dan merekomendasikan sejumlah hal menyangkut polemik Hare Krishna/ISKCON tersebut.
Diantaranya, menolak keberadaan Hare Krishna/ISKCON, mendesak PHDI Pusat mencabut pengayomannya dari PHDI, menyusun kepengurusan PHDI dalam Mahasabha XII yang terbebas dari personalia sampradaya Hare Krishna/ISKCON, sementara untuk lingkungan/wewidangan Bali. Paruman Pandita memerintahkan untuk merangkul saudara-saudara penganut sampradaya asing non-Dresta Bali, kembali ke ajaran leluhur dresta Bali, agar bisa kembali rukun dalam persaudaraan.
Hal itu dibenarkan oleh Ketua-ketua PHDI Kabupaten/Kota se-Bali, yang bisa hadir dan menyaksikan Pasamuhan Paruman Pandita PHDI se-Bali tersebut di Besakih.
‘’Poin-poin rekomendasi Paruman Pandita PHDI se-Bali di Besakih tersebut, jelas sebagai salah satu bukti bahwa Sulinggih PHDI tidak diam, tidak benar beliau (para sulingguh) seperti Drona dan Bhisma, yang di arena main dadu Hastinapura, terdiam tak berkata-kata, ketika kemaksiatan terjadi, sampai ada penelanjangan Dewi Drupadi oleh Dursanasana. Sesungguhnya yang diam tidak hanya Drona dan Bhisma, tapi juga raja lain dalam permainan dadu yang dimainkan Sangkuni. Jadi, sungguh merupakan fitnah (Raja Pisuna) yang dinarasikan Jro Bauddha Suena dalam status di akun Facebooknya itu,’’ kata Wakil ketua PHDI Bali, Made Swastika Ekasana ketika diminta menanggapi adanya laporan atas akun Facebook JBS ke Polda Bali, Minggu (31/7/2022).
‘’Sudah hampir tiga tahun narasi-narasi negatif diarahkan ke PHDI Bali dan PHDI hasil Mahasabha XII, dan umat Hindu di Bali tidak membalas dengan cara-cara seperti ujaran dan hasutan-hasutan yang dilontarkan. Namun, untuk meredam agar setiap orang lebih hati-hati melontarkan narasi, silakan menyampaikan kritik dan masukan, tapi bukan dengan kata-kata hoax, bukan fitnah. Karena kalau indikasinya ada fitnah, wajar saja ada yang meneruskannya ke polisi dan meminta dilakukan pengusutan Agar tidak dianggap membiarkan narasi-narasi negatif, yang nantinya bisa ditiru orang lain, bila tidak ada sanksi bagi pelakunya,’’ imbuh Ekasana.
Diketahui sebelumnya, Minggu (31/7/2022) didampingi sejumlah kuasa hukum, Nyoman Iwan Pranajaya melaporkan akun Facebook JBS, dengan dugaan pelanggaran UU ITE, ke Polda Bali. Sebagai bukti adanya dugaan pelanggaran, adalah status Jro Bauddha Suena di Facebook, yang menyebut Sulinggih PHDI hasil Mahasabha XII, diam, melakukan pembiaran terhadap keberadaan sampradaya asing, dan menyamakannya dengan sikap diam Drona dan Bhisma di Korawa, saat permainan dadu di Istana Hastinapura, dimana Sangkuni memainkan dadunya dengan tipu muslihat, dan ada penelanjangan Dewi Drupadi oleh Dursasana.
‘’Secara tidak langsung, Jro Bauddha Suena, memfitnah Sulinggih di Paruman Pandita PHDI se-Bali, seakan beliau-beliau itu jadi Drona dan Bhisma dalam konteks polemik sampradaya asing di Bali seperti Hare Krishna/ISKCON dan Sai Baba, padahal jelas, Pasamuhan 10 Juni 2021, merupakan salah satu tonggak dicabutnya pengayoman Hare Krishna/ISKCON dan pencabutan sampradaya asing dari AD/ART PHDI Mahasabha XII. Narasi dalam status JBS tersebut sudah memenuhi unsur dugaan fitnah dan pencemaran martabat kesulinggihan Paruman Sulinggih PHDI se-Bali, dan itu tidak main-main. Kami yakin kepolisian tidak sulit mengusut laporan ini,’’ kata Made Dewantara Endrawan, SH., dan Ketut Artana, SH, MH., diantara kuasa hukum pelapor ke Polda Bali.
Di era keterbukaan informasi saat ini jelas sangat bahwa pihak kepolisian sudah semakin profesional mengungkap kasus-kasus pelanggaran UU ITE, dan diharapkan dalam waktu cepat bisa memanggil terlapor dan saksi-saksi yang diperlukan. Pw-MD