Bamsoet Desak Kemenkeu Hapus Pajak Alkes Agar Tidak Dikuasai Pasar Impor

KLUNGKUNG, MataDewata.com | Ketua MPR RI, Bambang Soesatyo atau akrab disapa Bamsoet mengapresiasi kinerja Kementerian Kesehatan yang telah membayarkan klaim dari berbagai rumah sakit, untuk penanganan kasus Covid-19. Bahkan, BPJS Kesehatan mencatat jumlah tunggakan perawatan pasien Covid-19 di rumah sakit rujukan sepanjang 2020 hingga 2021 mencapai Rp101,5 triliun. Kementerian Kesehatan telah membayar sekitar Rp91,4 triliun.

Terlebih, Kementerian Kesehatan juga terus mempercepat realisasi pembayaran insentif terhadap para tenaga kesehatan (nakes). Tercatat, hingga September 2021, pembayarannya sudah mencapai Rp6,196 triliun atau sekitar 83,4 persen dari total alokasi anggaran insentif nakes tahun 2021 sebesar Rp7,428 triliun, yang diberikan kepada sekitar 908.070 tenaga kesehatan yang tersebar di 28.941 fasilitas pelayanan kesehatan.

Agar biaya kesehatan masyarakat terjangkau, Bamsoet juga mendesak Kemenkeu (Kementerian Keuangan) untuk menghapus atau setidaknya mengurangi pajak terhadap alat-alat kesehatan masyarakat yang saat ini sangat tinggi.

Di satu sisi, kerja keras pada nakes dan manajemen rumah sakit dalam berjuang di garda terdepan melawan pandemi Covid-19, sudah sepatutnya diimbangi oleh pemerintah, melalui pemenuhan hak-hak mereka. Karenanya, berbagai tantangan yang tersisa, seperti masih adanya tunggakan perawatan pasien Covid-19 dari sekitar 800 rumah sakit swasta yang jumlahnya mencapai Rp10 triliun, hingga percepatan realisasi insentif nakes mencapai 100 persen. Bamsoet juga berharap, mudah-mudahan bisa segera diselesaikan, sebelum tutup tahun 2021.

Baca juga :  Ketua K3S Ny. Antari Jaya Negara Kunjungi Lansia dan Serahkan Kursi Roda

Turut hadir, Wakil Ketua ARSSI Bali, dr. Made Koen, MARS. Selain itu, juga dihadiri oleh Perwakilan PT. Bhakti Rahayu Group, antara lain Direktur Utama, Putu Ivan Yunatana, Wakil Direktur, dr. Maria Wahyu Daruki, MARS., General Manager, dr. Bayu Wiratama, MARS. Hadir pula, dr. Rheza Maulana S, BMedSc (Hons), MM, MARS.

Di sisi lain, Bamsoet meminta Kemenkeu, agar melakukan peninjauan kembali atas pengenaan pajak yang sangat tinggi terhadap berbagai alat kesehatan masyarakat dibandingkan dengan Malaysia dan beberapa nagara lainnya, agar biaya kesehatan masyarakat terjangkau. “Hal ini dilakukan, agar tidak lari berobat ke negara tetangga, karena biaya lebih murah,” ujar Bamsoet, usai menerima Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) Cabang Bali, Rabu (29/12/2021).

Baca juga :  Terbaik Se-Indonesia, Komisi I DPR RI Minta Masukan Pemprov Bali Terkait Keamanan Data

Ketua DPR RI ke-20 dan mantan Ketua Komisi III Bidang Hukum & Keamanan DPR RI ini menjelaskan, keterlambatan pembayaran klaim atau adanya dispute yang berlarut-larut, dapat mempengaruhi cash flow rumah sakit. Menurutnya, hal ini bisa berakibat pada penundaan pemberian honor pegawai hingga menyebabkan turunnya kualitas pelayanan kesehatan terhadap masyarakat.

“Pelunasan pembayaran klaim dari rumah sakit serta penuntasan pembayaran insentif nakes, bukan semata tugas Kementerian Kesehatan melainkan butuh dukungan dari segenap pihak, yang dimulai dari manajemen BPJS Kesehatan, Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) hingga Kementerian Keuangan sebagai pengelola keuangan negara,” ungkap Bamsoet.

Baca juga :  Sinergi Dinkes, Booster Pegawai Kanwil Kemenkumham Bali
Ik-MD-Dr.BGS//20/2021/f1

Presiden Joko Widodo sudah menegaskan, dari sekitar 5.462 alat kesehatan impor, mulai tahun 2022 nanti sudah harus tersubstitusi oleh produk lokal dengan target substitusi minimal 35 persen. “Agar target tersebut terealisasi, butuh dukungan dari manajemen rumah sakit untuk mengedepankan penggunaan Alkes dalam negeri dibandingkan menggunakan Alkes impor,” jelas Bamsoet.

Kepala Badan Hubungan Penegakan Hukum, Keamanan dan Pertahanan KADIN Indonesia ini menerangkan, seiring makin banyaknya warga yang menyadari pentingnya memelihara kesehatan, harus membuat industri alat kesehatan (Alkes) dalam negeri semakin tumbuh.

“Jangan sampai pasar Alkes Indonesia terus menerus dikuasai impor. Mengingat berdasarkan data Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, pada tahun anggaran 2021, pemesanan alat kesehatan produksi dalam negeri jumlahnya hanya mencapai Rp 2,9 triliun. Sementara itu, pemesanan alat kesehatan impor jumlahnya empat kali lebih besar, mencapai Rp 12,5 triliun,” pungkas Bamsoet. Tt-MD

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button