Akhir Perjalanan Seorang Pelintas Ilegal Asal Pakistan, Dibui Lalu Dideportasi Rudenim Denpasar

BADUNG, MataDewata.com | Seorang Pelintas Ilegal asal Pakistan berinisial MT (24) dideportasi Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar, Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Bali karena telah melanggar Pasal 75 Ayat (1) Jo. Pasal 113 Jo. Ayat 9 Undang-Undang No: 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian pada Selasa (27/2/2024).

Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita menjelaskan MT sebelumnya diamankan Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I TPI Denpasar karena telah masuk ke wilayah Indonesia secara ilegal tanpa melalui Tempat Pemeriksaan Imigrasi. Menurut pengakuannya, MT masuk ke wilayah Indonesia melalui Jakarta pada akhir Agustus 2023 dari Malaysia dengan menumpangi speed boat menuju Sumatera atas pengaturan seorang agen penyalur berinisial BY.

MT mengaku selama perjalanan matanya ditutup hingga tiba di Jakarta, dan setibanya di Jakarta MT diarahkan untuk mengambil perjalanan darat menggunakan bus menuju Bali pada 30 Agustus 2023. Berdasarkan pengakuan MT, agen yang berkewarganegaraan Indonesia tersebut menjanjikan akan memperkerjakan MT di sebuah pabrik tisu di Bali. Untuk jasa penyaluran itu, MT membayarkan uang sebesar dua puluh lima ribu Ringgit atau setara Rp 81.830.000.

Baca juga :  Kantor Wilayah Kemenkumham Bali Perkuat Komitmen Pembangunan Zona Integritas
Ik-MD-Goldenbird.Bali//24/2024/f1

Setibanya di terminal bus di Bali, BY meminta MT untuk menunggunya selama 1 jam, namun setelah sekian lama menunggu, agen tersebut tidak kunjung muncul. Akhirnya, MT diarahkan ke kantor polisi terdekat di Denpasar oleh seorang petugas keamanan. Kepolisian kemudian mengarahkan MT ke Kantor Imigrasi (Kanim) Kelas I TPI Denpasar dan saat tiba di sana, MT berpikiran hendak mengurus izin tinggal dan visanya.

Namun, saat diperiksa petugas Imigrasi, baru diketahui bahwa ia masuk ke Indonesia secara ilegal lantaran tak ada visa maupun tanda cap pendaratan pada paspor MT. Tindakan MT tersebut dianggap melanggar hukum pidana keimigrasian. Setelah dilakukan investigasi lebih lanjut, Kanim Denpasar memproses penyidikan atas tindak pidana yang ia lakukan

Baca juga :  Kepala Kanwil Kemenkumham Bali Apresiasi Pegawai Teladan, Dorong Kinerja Optimal

Setelah menjalani proses penyidikan dan persidangan akhirnya MT dipidana penjara 20 hari di Lapas Kerobokan sejak 24 Januari 2024 karena telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana “dengan sengaja masuk wilayah Indonesia yang tidak melalui pemeriksaan oleh Pejabat Imigrasi di Tempat Pemeriksaan Imigrasi” sebagaimana dimaksud dengan Pasal 113 Jo. Ayat 9 Undang-Undang No: 6 Tahun 2011 Tentang Keimigrasian.

MD-Ik-BPD Bali/1/2024/fm

Setelah menjalani pokok pidana, akhirnya MT keluar dari Lapas Kerobokan pada tanggal 13 Februari 2024 dan selanjutnya ia diserahkan ke Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai untuk direkomendasikan dilakukan pendeportasian. Selanjutnya karena pendeportasian belum dapat dilakukan maka Kanim Ngurah Rai menyerahkan MT ke Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar pada 15 Februari 2024 untuk didetensi dan diupayakan pendeportasiannya lebih lanjut. Sementara itu BY, sang agen penipu hingga berita ini dibuat masih belum diketahui keberadaanya.

Gede Dudy Duwita mengatakan setelah MT didetensi selama 12 hari dan jajarannya berupaya ekstra dalam mengupayakan pendeportasiannya, MT dideportasi melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali pada 27 Februari 2024 dengan seluruh biaya ditanggung oleh keluarganya. Petugas Rudenim Denpasar mengawal dengan ketat sampai MT memasuki pesawat sebelum meninggalkan wilayah RI dengan tujuan akhir Lahore International Airport, Pakistan.

Baca juga :  Optimalkan Capaian Kinerja Organisasi dengan Meningkatkan Kedisiplinan

Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali, Romi Yudianto dengan tegas akan menindak segala pelanggaran yang dilakukan oleh Warga Negara Asing di Wilayah Bali. Romi juga menambahkan selain sanksi deportasi, MT juga dimasukkan dalam daftar penangkalan ke Direktorat Jenderal Imigrasi.

“Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomer: 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan. Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya” tutup Romi Yudianto. Kh-MD

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button