Ketua PHDI Bangli Dipanggil Polda Terkait Narasi Sukahet di Ulun Danu Batur
Narasinya Bisa Timbulkan Kegaduhan
DENPASAR, MataDewata.com | Ketua PHDI Bangli, Drs. Nyoman Sukra diperiksa penyelidik Krimsus Polda Bali, Selasa (26/7/2022), sehubungan dengan pengaduan atas Dewa Gede Ngurah Swastha, SH., yang pengaduannya pada 22 Juni 2022 oleh Made Bandem Dananjaya, SH, MH., dan Dr. I Ketut Widia, dua umat Hindu. Keduanya meminta kepolisian mengusut narasi Dewa Gede Ngurah Swastha di Pura Ulun Danu Batur, 5 Juni 2022, yang videonya beredar di media sosial dan group-group WA.
Kepada pemeriksa, Nyoman Sukra menjelaskan, bahwa tidak mengetahui acara tanggal 5 Juni 2022 tersebut, karena tidak diundang oleh panitia penyelenggara. ‘’Tapi, saya mengetahui ucapan Dewa Gede Ngurah Swastha dari video yang beredar di WA Group. Saya lupa siapa yang mengirimnya di group, karena sudah saya hapus videonya,’’ jelas Sukra. Kepada pemeriksa, Sukra menerangkan bahwa narasi Dewa Ngurah Swastha bagi umat Hindu yang awam, bisa menimbulkan kegaduhan ataupun sikap saling mencurigai di kalangan umat Hindu.
Untuk diingat kembali dalam paruman pembentukan formatur Sabha Pemangku di Pura Ulun Danu, 5 Juni 2022, Dewa Swastha terekam mengucapkan antara lain:
‘’Saya setuju, dengan dana demarkasi ini, kita identifikasi, mana orang-orang yang penganut sampradaya asing, mana yang ajeg Hindu dresta Bali, harus colek pamorin, begitu dia atau mereka ke pura, tanya, tegas, apakah akan kembali ke dresta Bali, ataukah tetap sampradaya asing, karena kalau mereka kembali; inggih tityang matur sisip, ngaturang Guru Piduka, Upasaksi. Karena tujuan kita, bukan membenci, tapi menyadarkan dan membina, tapi kalau tidak bisa disadarkan dan dibina, keluar dari Bali…..dst’’.
Ucapan Dewa Swastha itulah yang dilaporkan oleh Made Bandem Dananjaya dan Ketut Widia. Pelapor meminta narasi Dewa Swastha itu diusut tuntas, karena ada indikasi mengandung penghasutan, penyebaran kebencian, fitnah dan provokasi yang bisa menimbulkan kegaduhan. Ucapan Sukahet juga bisa memicu ketegangan, ataupun orang-orang yang bertindak karena terprovokasi.
Beberapa hari setelah pernyataan Ida I Dewa Ngurah Swastha, SH/Ida Pengelingsir Agung Putra Sukahet tersebut, di media sosial ada seseorang yang diduga terhasut, sebagaimana di akun Facebook ‘’Brahmastra Bali’’ dengan status yang isinya: Tolong kontrol anggotanya Manggala Upacara. Yen nu bengkung nu masi macelep ke pura..Siap2 gen pas mare mesila bise baong kar mebangsot…’’ yang berarti: Tolong kontrol anggotanya Manggala Upacara. Kalau masih bandel, masih juga masuk ke pura…siap2 saja saat duduk bersila bisa lehernya akan dijerat…”
Kuasa Hukum pelapor yang mengadukan Dewa Swastha, yakni Wayan Sukayasa, SH., Made Dewantara Endrawan, SH., menegaskan, bahwa sepanjang pengamatannya atas keterangan saksi dan pelapor, narasi ‘’Colek Pamor’’ dan permintaan ‘’meninggalkan Bali’’ dari Dewa Swastha itu bisa menimbulkan stigma negatif dan kebencian terhadap setiap orang yang berbeda pendapat.
Misalnya, krama desa yang karena terlambat membayar iuran, menunggak pinjaman dana desa, atau jarang turun ke banjar dan sejenisnya, langsung dicap ‘’terpapar sampradaya’’, lalu dilarang masuk pura. Hal itu jelas menunjukkan, bahwa narasi ‘’Colek Pamorin’’ Dewa Gede Swastha, sudah timbul kegaduhan di kalangan umat Hindu. Pw-MD