Pria Inggris Bipolar Bawa Kabur Truk hingga Pria Nigeria dan Satu Keluarga India Overstay Dideportasi Rudenim Denpasar
BADUNG, MataDewata.com | Kantor Wilayah Kementerian Hukum dan HAM Bali melalui Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar kembali menunjukkan ketegasannya dalam menegakkan peraturan keimigrasian. Dalam tiga hari terakhir, tujuh Warga Negara Asing (WNA) di Bali menambah catatan orang asing yang dideportasi dari Indonesia.
WNA tersebut adalah NPO (26) seorang pria WN Nigeria, seorang pria WN Inggris DAAH (50), dan 5 orang deteni WN India yang merupakan satu keluarga yakni MKAS laki-laki berumur 39 tahun beserta istrinya FBAH (45), dan ketiga putrinya HB (16), IA (13) dan HZK (04) yang terlibat dalam kasus berbeda dari kasus pencurian kendaraan bermotor hingga overstay.
Nasib sial terpaksa ditelan NPO akibat tidak mematuhi aturan dan kepadanya ditetapkan telah melanggar Pasal 78 ayat 3 Undang-Undang Nomor 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian, “Bahwa, Orang Asing pemegang Izin Tinggal yang telah berakhir masa berlakunya dan masih berada dalam Wilayah Indonesia lebih dari 60 (enam puluh) hari dari batas waktu Izin Tinggal dikenai Tindakan Administratif Keimigrasian berupa Deportasi dan Penangkalan”.
Rencana yang awalnya ia datang untuk berlibur berujung masalah. Pasalnya ia mengetahui izin tinggalnya sudah habis akan tetapi tidak melaporkan karena tidak tahu bahwa dirinya harus datang ke Kantor Imigrasi. Ia tinggal di Bali bermodalkan visa kunjungan yang berlaku sampai dengan 04 Juli 2023. NPO mengaku pertama kali datang ke Indonesia pada tanggal 06 Mei 2023 untuk berlibur dan masuk Indonesia melalui Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
Di Bali NPO menyewa rumah di daerah Denpasar. Ia overstay karena kehabisan uang sehingga tidak bisa membayar biaya perpanjangan izin tinggal. Pada kasus lainnya, DAAH yang terakhir kali datang ke Indonesia pada 20 Mei 2024 melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai menggunakan Visa on Arrival dengan tujuan untuk berwisata. Sejak kedatangannya, DAAH mengaku tinggal di sebuah hotel di Jl. Sari Dewi, Seminyak, Kuta.
Berdasarkan Surat Permintaan Deportasi yang dikeluarkan oleh Polsek Kuta Utara, sebagai akibat keterlibatan DAAH pada sebuah kasus pencurian di daerah Kerobokan, pada hari Sabtu tanggal 09 Juni 2024 sekitar pukul 22.00 Wita. Ia mengaku menderita penyakit bipolar dan telah membawa obat yang cukup untuk 1 minggu selama liburan di Bali, akan tetapi saat tinggal di Bali DAAH memiliki permasalahan dalam pembuatan visa untuk ke Australia.
Permasalahan yang berkelanjutan itu membuat ia kehabisan obat yang berdampak dirinya mulai berhalusinasi dan paranoid sehingga pada satu waktu ia memutuskan untuk pergi ke bandara akan tetapi tidak satupun taksi menerimanya karena kondisi DAAH yang tampak tidak stabil. Akhirnya ia memutuskan mencuri sebuah truk untuk bisa sampai ke Bandara I Gusti Ngurah Rai. Akibat perbuatannya itu, pada tanggal 09 Juni 2024 ia ditangkap polisi di area bandara selanjutnya ia ditahan di Polsek Kuta Utara selama 38 hari dan akhirnya diserahkan ke pihak Imigrasi Ngurah Rai pada tanggal 18 Juli 2024.
MKAS (39) pertama kali datang ke Bali pada tahun 2017, kemudian terakhir masuk Indonesia melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai pada 27 April 2019 dengan Visa On Arrival yang hanya berlaku untuk 30 hari dan sempat melakukan perpanjangan pada tanggal 24 Mei 2019. Pada tanggal 27 Mei 2019, istri dan ketiga anaknya tiba di Indonesia dan mendapatkan izin tinggal selama 30 hari.
Hanya satu hari menginap di Bali, mereka berlima pergi berlibur ke Gili Trawangan NTB. Mereka tidak dapat kembali ke Bali untuk melakukan perpanjangan ijin tinggal karena kehabisan uang dan tidak dapat keluar dari hotel sampai mendapat kiriman uang dari keluarganya. Mereka terjebak di Gili Trawangan hingga 58 hari sampai pada akhirnya berhasil kembali ke Bali.
Namun mereka kembali menjumpai permasalahan lainnya yakni tidak mampu untuk membayar denda overstay. Izin tinggal MKAS berakhir pada tanggal 16 Juni 2019 karena ternyata yang bersangkutan gagal melakukan pembayaran pada proses perpanjangan ijin tinggal terakhir kali.
Saat tiba di Bali, FBAH sedang dalam keadaan hamil hingga kemudian ia pun melahirkan anak ketiga mereka di Denpasar pada tanggal 18 Februari 2020. Selama berada di Indonesia, keluarga ini tinggal di sebuah penginapan di wilayah Denpasar.
Sepanjang tinggal di Indonesia, yang bersangkutan menggantungkan hidupnya dengan mengandalkan kiriman uang dari saudara laki-laki MKAS yang tinggal di India dengan jumlah yang tidak menentu setiap bulannya. MKAS sempat melaporkan keadaan keluarganya yang tinggal di Bali tanpa izin yang berlaku kepada Konsulat Jenderal India dan kemudian disarankan untuk melaporkan diri ke Kantor Imigrasi.
Namun yang bersangkutan terus menunda melaporkan diri ke Kantor Imigrasi dan memilih untuk tetap tinggal di Bali. Selama tinggal tanpa izin, MKAS dan keluarganya menghabiskan waktu dengan berkeliling dan menikmati suasana Bali pada saat weekend dan setiap harinya ia menjalankan bisnis online plywood yang berbasis di India.
Sebelumnya untuk ketujuh WNA tersebut diamankan oleh Kantor Imigrasi Kelas I Khusus TPI Ngurah Rai, NPO beserta keluarga FBAH ditetapkan telah melanggar Pasal 78 ayat 3 Undang-Undang No: 6 tahun 2011 tentang Keimigrasian. Sementara DAAH ditetapkan telah melanggar Pasal 75 ayat 1 Undang-Undang No: 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.
menyatakan bahwa “Pejabat Imigrasi berwenang melakukan Tindakan Administratif Keimigrasian terhadap Orang Asing yang berada di Wilayah Indonesia yang melakukan kegiatan berbahaya dan patut diduga membahayakan keamanan dan ketertiban umum atau tidak menghormati atau tidak menaati peraturan perundang-undangan”.
Namun karena pendeportasian belum dapat dilakukan segera keduanya diserahkan ke Rudenim Denpasar untuk diproses pendeportasiannya lebih lanjut. Pada 22 Juli 2024 NPO telah dideportasi ke Abuja, Nigeria dan DAAH telah di deportasi ke London, Inggris. Sedangkan pada 23 Juli 2024 FBA, MKAS, HB, IA dan HZK telah dideportasi ke Bangalore, India. Ketujuh warga negara asing dikawal oleh petugas Rudenim Denpasar dan telah diusulkan dalam daftar penangkalan Direktorat Jenderal Imigrasi.
Plh. Kepala Rumah Detensi Imigrasi Denpasar Gravit Tovany Arezo menerangkan bahwa langkah-langkah pendeportasian bagi WNA bermasalah seperti ini diharapkan dapat turut menjaga Bali tetap menjadi destinasi yang aman dan tertib bagi wisatawan dan penduduk asing yang menghormati hukum dan peraturan yang berlaku.
“Sesuai Pasal 102 Undang-Undang No: 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan. Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya,” tutup Gravit.
Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menegaskan bahwa penegakan hukum keimigrasian adalah bagian penting dari upaya menjaga Bali sebagai destinasi wisata yang aman dan nyaman serta sebagai bukti nyata kehadiran negara. “Deportasi tujuh WNA ini adalah bagian dari upaya kami untuk memastikan bahwa aturan dihormati dan ketertiban terjaga” katanya. Dng/Rza/Kh-MD