Simakrama PHDI dengan BKS dan LP LPD Bali
Sepakat Law Enforcement Untuk Asset Recovery
DENPASAR, MataDewata.com | Simakrama pengurus baru Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Bali dengan Badan Kerja Sama Lembaga Perkreditan Desa (BKS LPD) dan Lembaga Pemberdayaan (LP) LPD seluruh Bali, bertempat di sekretariat BKS LPD Denpasar, Senin (23/5/2022). Berlangsung produktif, membahas program dan kerjasama ke depan agar masing-masing lembaga berperan secara produktif.
PHDI bisa terdukung dengan kontribusi LPD melalui BKS LPD dan LP LPD, sementara LPD-LPD se-Bali yang berjumlah 1433, selain bermanfaat mendukung pelaksanaan segala macam Yadnya Krama Desa Adat, juga mesti mampu melindungi dana-dana nasabah yang disimpan dalam bentuk tabungan ataupun deposito.
Juga agar jangan sampai, adanya secuil kasus-kasus dugaan penyimpangan dana oleh oknum pengurus yang sedang diproses hukum di kepolisian/kejaksaan ataupun pengadilan yang diperkirakan sekitar 2% dari total 1433 LPD yang ada Digebyah uyah seakan terjadi pada semua LPD dan menyebabkan kemerosotan pada kinerja LPD secara keluruhan.
Ketua BKS LPD, Nyoman Cendekiawan, SH, M.Si., selaku tuan rumah dalam simakrama tersebut berharap agar bisa berdiskusi dengan semua komponen masyarakat Bali yang peduli dengan keberadaan LPD. Dalam upaya ikut bersama-sama membangun perekonomian adat Bali sesuai dengan Swadharma dan swagina masing masing. Seraya berterimakasih kepada semua pihak yang telah mendukung keberadaan LPD Bali yang sudah berusia 38 tahun (1984-2022 )
Dari PHDI Bali hadir Ketua Nyoman Kenak, SH, Sekretaris Putu Wirata Dwikora, Wakil Sekretaris Nyoman Budi Artana, Wakil-wakil Ketua yakni Made Bandem Dananjaya dan Made Suarta. Sementra dari BKS LPD selain ketuanya juga hadir Sekretaris I Made Pasti, Wayan Rayun dan dari LP LPD hadir IGAB Budiarsa, Nyoman Karma Yasa.
Nyoman Cendekiawan memaparkan, bahwa dari 1433 LPD yang ada, dengan nilai aset sekitar Rp23,4 triliun lebih, memang ada sekitar 2% yang bermasalah, karena ulah dari oknum pengurusnya. Dari 2% yang diproses secara hukum itu, di era media sosial (Medsos) yang sangat cepat menyebarkan informasi, memang ada kesan, sepertinya sangat banyak LPD yang bermasalah dan gencarnya sharing pemberitaan melalui Medsos, bisa menggebyah uyah dan merusak citra LPD yang 98%-nya masih berfungsi dengan baik, sesuai dengan visi dan misi pembentukannya di tahun 1984.
‘’Kami berterimakasih bila PHDI bisa sounding juga dalam berbagai kesempatan simakrama dengan umat, meluruskan informasi yang menganggap seakan semua LPD di Bali bermasalah seperti yang diproses hukum tersebut,’’ kata para petinggi BKS dan LP LPD tersebut.
Nyoman Kenak dan pengurus PHDI lainnya, siap dan berkomitmen untuk saling membantu meluruskan mis-informasi yang menyebabkan masyarakat apriori tentang keberadaan LPD. ‘’Kami pasti bantu sosialisasikan bahwa ada 98% LPD yang berfungsi dengan baik, dan 2% yang bermasalah itupun kami siap memberikan atensi,’’ katanya, termasuk memberikan konsultasi hukum menyangkut perlindungan dana-dana nasabah LPD, yang pengurusnya berususan dengan perkara hukum.
Putu Wirata Dwikora dan Made Bandem Dananjaya, yang duduk juga di Tim Hukum PHDI Bali, sangat siap membantu memberikan sumbang pikiran menyangkut LPD-LPD yang bermasalah secara hukum.
‘’Kami pantau topik diskusi dan polemiknya adalah, mengapa kasus LPD diproses dengan Undang-undang Tipikor, bukannya dengan Perda tentang LPD itu sendiri, yang basisnya penyelesaian secara adat. Kami bisa memahami pola pikir tersebut, tetapi pendekatan penyidik dengan Undang-undang Tipikor, mari coba kita pahami untuk nantinya diberikan masukan,” ujar Putu Wirata.
Lanjut mengatakan, tujuan dari proses hukum itu, hendaknya bukan semata-mata penegakan hukum formal, tetapi juga memberikan rasa keadilan secara menyeluruh. Adil bagi pelaku yang mendapat hukuman setimpal, adil juga bagi para nasabah agar dana-dananya bisa kembali dan tidak lenyap. Tentu, bagi penegak hukum, selain menegakkan hukum formal sesuai pasal dalam UU Tipikor, perlu juga mempertimbangkan nasib para nasabah LPD yang ingin tabungannya selamat, dengan mendasarkannya pada tujuan penegakan hukum Tipikor.
“Yakni asset recovery, yakni pengembalian aset bagi yang berhak. Mari, kita sama-sama berkomunikasi dan mendukung penegak hukum, agar selain memperoses terduga pelaku, juga memikirkan strategi penyidikan dan penuntutan menyelamatkan dan mengambalikan aset nasabah LPD, melalui mekanisme yang bisa dicari celahnya dalam UU Tipikor,’’ kata Putu Wirata.
Dengan UU Tipikor, aset yang disita akan dimasukkan sebagai keuangan milik negara, sementara fakta riil hanya sebagian kecil dana di LPD merupakan ‘’penyertaan’’ uang negara. Kalau itu menjadi aset negara, nantinya bisa disita untuk dimasukkan ke kas negara, sementara riilnya sebagian besar dana yang tersimpan adalah milik nasabah. Atau, kalau bisa dipisah, bahwa aset negara hanyalah sejumlah dana penyertaan pemerintah dan memisahkannya dari dana-dana nasabah yang bukanlah kekayaan atau keuangan negara, solusinya akan berkeadilan bagi pihak-pihak yang terkait.
‘’Itu keresahan yang berkembang, dan kami siap membantu, bersama Tim Hukum PHDI Bali,’’ imbuh Putu Wirata dan Made Bandem. Dalam waktu dekat, diusulkan untuk melakukan FGD khusus untuk menggali masukan perihal pendekatan hukum dalam mengadvokasi LPD-LPD yang pengurusnya tertimpa kasus hukum. Pw-MD