Serba-Serbi Majaya-Jaya PHDI Hasil Mahasabha XII
Tolak Melarang, Bendesa Besakih Fasilitasi dengan Baik
RANGASEM, MataDewata.com | Setelah beredar undangan PHDI Pusat untuk ‘’mejaya-Jaya’’ di Pura Agung Besakih, di Hari Suci Kuningan, 20 November 2021, penolakan bertebaran di media sosial Facebook. Seperti biasa, ‘’Jualan’’ dari status-status mereka adalah, PHDI WBT – untuk menyebut PHDI yang dipimpin Wisnu Bawa Tenaya – adalah PHDI sarang sampradaya.
Bahwa sampradaya itu berafiliasi dengan organisasi transinternasional, mengancam kearifan lokal Bali, dan juga disebut mengancam ideologi negara Pancasila. Komang Priambada, yang mengklaim dirinya sebagai Sekretaris PHDI versi MLB (Mahasabha Luar Biasa), mengirim pesan-suara (voicemail) yang disebutnya kepada umat Hindu di Bali, memberitahukan perihal ‘’Mejaya-Jaya PHDI WBT’’ yang perlu dicegah umat Hindu di Bali, bila perlu dengan ‘’Nepak Kulkul’’ (memukul kentongan).
Akun Facebook ‘’Atu Surya Tedy’’ 18 November 2021 menulis status ‘’Sampradaye kel mejaye” Ring Besakih, tolong yang mengawal MS 12 rapatkan barisan untuk mengawal PHDI pilihan anda, eng ing eng,’ yang dibaca sebagai tantangan terhadap pendukung PHDI WBT untuk merapatkan barisan menghadapi ancaman pelarangan dan pembubaran acara ‘’Mejaya-Jaya’’ di hari suci Kuningan itu.
Bendesa Adat Desa Besakih, secara terang-terangkan dimanfaatkan seakan-akan menolak pelaksanaan ‘’Mejaya-Jaya PHDI WBT’’ dengan menyebutnya sebagai PHDI Sampradaya. Beredar di WA Group foto dua orang tokoh yang diduga dari PHDI MLB, datang ke Bendesa Besakih untuk meminta agar melarang pelaksanaan ‘’Mejaya-Jaya PHDI WBT’’ yang disebutnya PHDI Sampradaya dan bisa merusak tatanan tradisi dan mencemari Pura Besakih.
Lalu beredar seolah-olah ada ‘’notulensi rapat Bendesa Adat Besakih dan jajarannya’’ yang isinya dimanipulasi. Seakan-akan Bendesa Adat Besakih pasang badan menolak “PHDI WBT Sampradaya’’ dan siap membubarkannya.
Padahal, versi yang benar dan beredar belakangan untuk meluruskan ‘’Notulensi manipulatif’’ yang beredar sebelumnya, Bendesa Adat Besakih menyatakan siap membubarkan kalau pelaksanaan ‘’Mejaya-Jaya PHDI Pusat’’ itu tidak sesuai Purana, atau bila dalam hal misalnya benar ada sampradaya. Namun, di kalangan aparat keamanan yang intens memantau situasi di lapangan, beredar informasi bahwa Panitia Mejaya-Jaya PHDI sudah mendapat ijin Bendesa Adat, dan siap membantu dengan Pecalang, selain Pemangku yang bertugas di Pura Besakih.
‘’Kami Bendesa Besakih, komitmen menjaga warisan leluhur yang menjadi milik umat Hindu, menjaga kearifan sesuai Purana yang ada. Dan bila besok ada upacara-upakara yang tidak sesuai Purana dan Dresta disini, kami siap membubarkannya tanpa perlu ditekan-tekan. Jadi terhadap permintaan agar kami melarang, kami tidak mau, dan siap melaksanakan tugas kami menjaga Purana dan Dresta,’’ ujar sebuah sumber mengutip pernyataan Bendesa Adat Besakih, menanggapi sejumlah orang yang datang untuk menekan, agar Bendesa melarang ‘’Mejaya-Jaya PHDI WBT’’ tersebut.
Dan pada pelaksanaan ‘’Mejaya-Jaya’’ PHDI WBT di hari suci Kuningan tersebut, Bendesa Adat Besakih memfasilitasi dengan tertib, dibantu Pecalang, Pemangku dan Prajuru yang lain. Di pihak lain, karena bertebaran ancaman dan sindiran seakan-akan ada yang menarik ‘’Soroh’’ MGPSSR (Maha Gotra Pasek Sanak Sapta Rsi) dalam polemik dan ancaman pembubaran ‘’Mejaya-Jaya PHDI WBT’’ ini, yang serangannya mengarah ke pribadi WBT dan Semeton Pasek darimana WBT berasal, nampak ratusan pecalang ‘’Jagabaya Dulang Mangap’’ mengawal pelaksanaan ‘’Mejaya-Jaya’’.
Pejabat-pejabat yang diundang di hari penting tersebut, hadir langsung seperti Bupati Badung, Nyoman Giri Prasta, atau mengirim wakil seperti dari Kodam Udayana, Korem Wirasatya, Polda Bali, Dirjen Bimas Hindu, PHDI Provinsi dan Kabupaten/Kota se-Bali, Majelis Desa Adat Kabupaten Karangasem, dan lainnya.
Lima Pandita yang ‘’mepuja’’ (memimpin upacara) untuk ‘’Mejaya-Jaya PHDI WBT’’ tersebut, ‘’Melinggih’’ (duduk) setara di ‘’Bale Gajah’’, satu bangunan tempat Sulinggih Dwijati memimpin pelaksanaan upacara di Pura Besakih.
Bendesa Besakih dan Pecalang, serta Pemangku dan Krama Desa Adat Besakih, yang hadir dalam pelaksanaan ‘’Mejaya-Jaya’’ tersebut, yang sepenuhnya berlangsung dalam ‘’Dresta Bali’’, sangat berbeda dari yang dihembuskan kelompok tertentu, yang menuding PHDI WBT sudah menjadi pro-sampradaya Hare Krisna dan Sai Baba.
Karena, sejatinya pengayoman Hare Krisna dan sampradaya asing lainnya, sudah dicabut dalam Surat Keputusan Ketua Umum PHDI Pusat tanggal 30 Juli 2021. Selain itu, AD/ART PHDI 2021-2016, tidak mencantumkan lagi pengayoman sampradaya, sehingga tudingan yang menyebut PHDI WBT menjadi sarang sampradaya dan agen organisasi trans internasional yang mengancam Hindu dan NKRI dengan ideologi Pancasilanya, sangat dipaksakan oleh mereka yang tidak bahagia melihat PHDI hasil Mahasabha XII, karena bukan figur-figur mereka yang terpilih di kepengurusan.
Kalau saja PHDI Mahasabha XII ini benar-benar terindikasi jadi agen organisasi Hindu teroris dan transnasional asing, apa iya Presiden RI Joko Widodo bersedia membuka Mahasabha? Apa iya, Wakil Presiden berkenan menutup Mahasabha, begitu juga Menteri Agama RI dan Dirjen Bimas Hindu yang memberikan support terhadap pelaksanaan Mahasabha XII PHDI?
Apakah betul gunjingan orang di warung maupun WA Group, bahwa isu Sampradaya Hare Krisna dan Sai Baba ini akan dikelola sebagai amunisi politik menjelang Pilgub mendatang, meniru modeo Pilgub DKI Jakarta yang memperhadapkan figur yang dianggap ‘’Tindih resta Bali’’ dengan figur yang dibranding ‘’merusak Dresta Bali?”
Sepertinya, umat Hindu di Bali, yang lugu dan berhati damai, tidak mudah diprovokasi untuk dibuat menjadi antipati dan emosional terhadap kelompok yang mengancam keajegan dresta Bali, yang brandingnya dilekatkan pada sampradaya Hare Krisna dan Sai Baba. Apa iya memang seserem itu, walaupun 100% lebih krama Bali sangat tindih menjaga keajegan dresta Bali-nya?
Hadirnya Bupati Badung, Nyoman Giri Prasta dalam ‘’Mejaya-Jaya PHDI WBT’’ tersebut, memang membuka ruang untuk mulainya gorengan isu untuk mencampuradukkan begitu rupa, isu soroh, isu sampradaya Hare Krisna dan Sai Baba dan kaitannya dengan suksesi kepemimpinan Bali paska lima tahun Wayan Koster memimpin Bali? Netisen mudah melempar isu, seakan Giri Prasta itu pro-sampradaya asing dan yang lain praktis jadi ‘’Sutindih Mebela Pati’’ untuk ‘’Dresta Bali”. Pw-MD.