Era Society 5.0 Kampus Jadul Bakal Digilas Kampus Online

Dicari Rektor Perusak Kampus

DENPASAR, MataDewata com | Perguruan tinggi negeri maupun swasta di seluruh dunia kini dalam bahaya. Jika tidak segera melakukan inovasi pembelajaran, maka nasibnya akan sama dengan perusahaan taksi atau ojek convensional. Di Indonesia, dari 195 perusahan taksi, kini tersisah hanya 15 perusahaan. Sebagian besar sudah bangkrut, tergilas taksi online Uber, grab dan Gojek. Perguruan tinggi juga akan mengalami nasib yang sama jika tidak segera melakukan inovasi.

Peringatan itu disampaikan oleh Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Pusat Dr. M. Budi Djatmiko ketika mempresentasikan tantangan perguruan tinggi di era Society 5.0 di depan para pejabat STIKOM Bali Group di kampus ITB STIKOM Bali, Renon, Denpasar, Senin (21/6/2021).

Ik/MD-ITB-SB//21/2021/fm

Djatmiko memberi contoh lain di bidang perhotelan seperti jaringan hotel internasional seperti JW Marriott, Hilton, Westin yang dibangun dangan biaya triliunan rupiah kini dikendalikan oleh marketplace Traveloka, Pegipegi, Mister Aladin dan Agoda yang mungkin hanya membutuhkan anggaran Rp1 miliar untuk pengembangan sistem aplikasinya.

Baca juga :  New Logo SMK TI Bali Global, Spirit Kejayaan Era Digital

Tapi justru mereka kini menjadi pemilik ribuan hotel di seluruh dunia tanpa harus susah payah membangun hotel. “Hasil penelitian Universitas Indonesia tahun 2016 menyebutkan hotel menerima tamu langsung hanya 4 persen. Sisahnya dipasok oleh marketplace tadi,” ujarnya.

Dia mengingatkan, kampus-kampus convensional yang saat ini tegak berdiri megah juga akan mengalami nasib yang sama seperti hotel, dikendalikan oleh kampus online yang mengandalkan teknologi. “Mereka cari mahasiswa, tinggal bagi hasil dengan kampus model lama,” tukasnya.

Ik /MD-MKP-MADINA//6/2021/f1

Di Amerika Serikat, Harvard University dan Massachusetts Institute of Technology (MIT) sudah melakukan inovasi pembelajaran jarak jauh. Para mahasiswa asing tidak perlu lagi datang ke Amerika. “Saat ini 7 persen mahasiswa baru Harvard University tetap tinggal di negaranya, tidak perlu ke Amerika, begitu juga di MIT ada 10 persen mahasiswa baru tetap tinggal di negaranya,” kata Djatmiko.

Baca juga :  ITB STIKOM Bali Satu-Satunya PTS di Bali Penerima Hibah Bantuan PKKM Tahun 2022

Masih terkait urusan “plesiran” tersebut, korban nyata kehadiran marketplace menggilas dunia kampus dirasakan oleh kampus-kampus pariwisata. “Sekarang ini saja sedikitnya 48 Program Studi Usaha Perjalanan Wisata sudah tutup,” kata Djatmiko.

Dewasa ini manusia berada di era Revolusi Industri IV atau R.IV. Tapi Perdana Menywri Jepang Shinzo Abe (26 Desember 2012 – 16 September 2020) menilai R.IV justru mendegradasi peran manusia dalam kemajuan teknologi. Karena itu Abe menelorkan konsep masyarakat baru yang dikenal dengan sebutan Society 5.0. Yakni sebuah konsep masyarakat yang berpusat pada manusia (human centered) dengan berbasis pada kemajuan teknologi (technology based).

Ik/MD-BBK-PB//1/2021/f1

Ditanya Lalu apa yang harus dilakukan perguruan tinggi di Indonesia menghadapi perubahan yang begitu cepat itu? ia menegaskan perlu terobosan hal sama di dunia pendidikan. “Dibutuhkan seorang (Rektor, red) perusak sistem lama, kita butuh seorang CDO atau Chief Disruption Officer,” tegas Djatmiko.

Dia memberi ilustrasi bahwa di era Pandemi Covid-19 ini berbagi perusahaan besar berlomba mencari seoramg CEO (Chief Executive Officer) yang handal untuk menjalankan bisnisnya, maka saatnya kampus membutuhkan seorang CDO, seorang rektor perusak kampus, yakni sosok yang mampu melakukan inovasi dan adaptasi dengan perubahan serta melabrak zona nyaman yang ada di kampus selama ini.

Baca juga :  Kementerian Kesehatan RI Berikan Bantuan Hibah "Whole Genome Sequencing"
Ucp/MD-RS-PR//26/2021/f1

“Kampus harus segera membuat inovasi, ke depan dosen bukanlah segalanya karena mahasiswa bisa belajar di mana saja, kapan saja dengan berbagai sumber digital,” tegas Budi Djatmiko.

Menurut dia, kata kuncinya teletak pada kemampuan dosen untuk membuat dan mengkolaborasikan empat poin ini. “Pertama, literasi data, yaitu kemampuan untuk membaca, analisis dan menggunakan informasi (big data) di dunia digital. Kedua, literasi teknologi, yakni memahami cara kerja mesin, aplikasi teknologi (cooding, artificial inteligence, machine learning, engineering principles, biotech). Ketiga, literasi manusia, yaitu humanities, komunikasi dan desain. Keempat adalah pembelajaran sepanjang hayat,” pungkas Budi Djatmiko. Rm-MD

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button