PPKM Darurat “Membantai” Masyarakat di Destinasi Wisata

Pemerintah Mohon Evaluasi!!!

Ditulis Oleh: Praktisi Pariwisata, I Wayan Puspa Negara, SP.

BADUNG, MataDewata.com | PPKMD  selayaknya diganti dengan PPKM-L (PPKM Lunak). Akibat pemberlakuan PPKMD kawasan destinasi wisata mati kutu, sekarat dan terkapar. Oleh karena itu  dengan punuh harap bahwa pasca PPKMD  tidak ada perpanjangan PPKMD akan tetapi ada kebijakan berupa PPKML yang jauh lebih lunak. Sehingga pelaku usaha pariwisata dan turunanya bisa buka hingga pukul 23:00, khusus untuk pelaku usaha penyedia makan minum bisa Dine In (makan ditempat) maksimal 50% dari kapasitas.

Dipastikan masyarakat di destinasi wisata akan bisa bernafas meski masih tersengal yang penting ekonomi bergerak sekalipun pelan. Selanjutnya setalah melihat secara empirik dalam sekala kecil sejak pemberlakuan PPKMD dari tanggal 3 juli 2021 hingga saat ini, tampak jelas muncul dua fenomena unik terbalik menyakitkan, yakni kasus terkonfirmasi positif menaik (yang naik justru dominan adalah kasus terkonfirmasi positif dari PPDN (pelaku perjalanan  dalam negeri dan bukan masyarakt lokal) yang seolah ada eksodus dari daerah lain terutama Jakarta dan Jawa sejak PPKMD ini bisa lolos di pelabuhan.

Ik /MD-G4C-SB//5/2021/fm

Terlihat nyata pula perekonomian masyarakat “Dibantai” terjun bebas dan merana. Artinya pemberlakuan PPKMD ini sepertinya sangat tidak efektif terutama, di destinasi wisata dan tidak sejalan dengan upaya menekan kasus serta mengakselarari pertumbuhan ekonomi di destinasi. Justru malah yang terjadi adalah pelaku usaha kebutuhan dasar (makan dan minum) baik mikro, kecil, menengah dan besar menjadi terkapar karena model buka usaha dengan pelayanan pesan antar ternyata tidak berbanding lurus dengan harapan mendapat customer take out. Terutama warung warung makan kecil, nasi jinggo, lalapan, angkringan, rumah makan  hingga restoran nyaris sepi  dan mati.

Demikian halnya beberapa sektor kebutuhan dasar lain seperti sektor sandang hingga elektronik di tutup padahal sektor ini menjadi kebutuhan gaya hidup masyarakat seperti layaknya kebutuhan pokok, terlebih jika kita bicara pariwisata. Sektor pariwisata menjadi terkapar karena sektor pariwisata di tutup , destinasi ditutup, restoran dan rumah makan hingga angkringan dan lalapan yang hanya dengan layanan pesan antar  ternyata mematikan sektor ini dan mematikan pula sektor penunjang pariwisata lainya dengan sadis dan  tragis. Terlebih jam tutup hanya sampai pukul 20:00, dimana di daerah destinasi seperti di Legian, Kuta, Seminyak, justru kebutuhan akan makan dan minum masyarakat terutama pekerja pariwisata adalah di malam hari dan puncakknya adalah pujul 22:00-23:00.

Baca juga :  Bertemu Gubernur Koster, Dubes Rumania Sambut Baik Pembukaan Wisman ke Bali

Karena para pekerja pariwisata  itu bekerja tiga siff yakni, pagi, siang dan malam dimana staff siff malam kebutuhan makan dan minumnya sangat ditentukan oleh ketersediaan warung makan pada jam malam (22.00 – 23.00) seyogyanya daerah pariwisata jangan disamakan dg daerah non pariwisata, juga jangan samakan dengan pegawai negeri yang hanya bekerja pagi hingga siang,  destinasi dan pekerja pariwisata itu 24 jam, contoh di kelurahan kami ada 142 hotel, 132 restoran, bar, pub, 110 cafe, warung makan, cafe  dan Bistro, ini artinya ada 384 usaha pariwisata  yang jika minimal menempatkan pekerja shiff malam (pukul 2300  malam – 07:00 pagi ) rata2 ada 5 staff maka tinggal  dihitungg  5 staff x 384 usaha = 1.920 orang butuh makan di malam hari di atas pukul 23:00 yang bisa mereka siapkan sebelum berangkat kerja (pukul 22:00).

Ik/MD-MM-Unwar//16/2021/f1

Demikian halnya masih ada staff sore sebanyak lebih dari 1.920 orang yg perlu makan minum sepulang kerja pukul 23:00. Jadi  kurang lebih ada 3.840 orang yang butuh makan setiap hari  di pukul 22:00 – 23:00  yang saat ini di tengah PPKMD mereka bingung cari makan dimana  pelaku usaha makan minum sudah tutup pukul 20:00. Sejatinya potensi ini bisa dimanfaatkan oleh masyarakat di destinasi denha menyediakan usaha makan minum  sehingga ekonomi bergerak. Jadi situasi saat ini membantai pekerja pariwisata dan pelaku usaha makan minum. Terlihat nyata pula bahwa semenjak PPKM diberlalukan hingga SE Gubernur KE-10  tentang PPKMD ini destinasi pariwisata menjadi Mati bahkan daerah kami SAMIGITA (Seminyak Legian Kuta) bagai Kota Mati dan kehilangan nafas.

Baca juga :  APPMB Dorong Pemerintah Bali Segera Lakukan Komunikasi dengan Australia

Mohon disadari bahwa destinasi wisata itu harus tetap ada pengunjung/ rame tetapi tidak berkerumun  karena jelas rame dan berkerumun itu beda. Oleh karena itu khusus di destinasi pariwisata pasca PPKMD ini usai tanggal 20 Juli 202, kami usulkan PPKM L (PPKM LUNAK) dimana Restaurant, Rumah Makan, Warung Makan, Angkringan Lalapan hingga Dagang Nasi Jonggo serta betbagai usaha pariwisata lainya dan penunjang pariwisata (hotel, restaurant, artshop, shop, bar, pub, cafe, pasar seni, dan sejenisnya) bisa dibuka hingga pukul 23:00 Wita dengan layanan ditempat 50% dari kapasitas.

Intinya usaha pariwisata di destinasi wisata bisa buka hingga pukul 23:00, restoran, rumah makan, cafe, angkringan, pub, bar, hingga warung makan/nasi jinggo dengan Layanan Dine In 50%  tentu para pelaku usaha wajib membuat Fakta Integritas tentang tanggungjawab Prokes berikut konsekuensi hukumnya. Fakta integritas ini dibuat berdasarkan rekomendasi Satgas Covid Desa Adat/Kelurahan untuk usaha kecil micro dan  Satgas Covid Kabupaten untuk skala usaha menengah ke atas. Dengan demikian PPKM L ini bisa memberi nafas ekonomi bagi masyarakat di destinasi pariwisata yang telah mati suri 1,5 tahun.

Ik/MD-WP-DJP//11/2021/fm

Disisi lain pemberlakuan Prokes lebih akurat. Lihatlah hampir semua pekerja pariwisata dan sektor turunanya dirumahkan, mereka kini sudah tidak bisa makan. Oleh karena itu Pasca PPKM Darurat 20 Juli 2021, usul kami jangan diperpanjang dengan PPKM D tetapi hentikan PPKMD diganti dengan PPKM Lunak. Selanjutnya destinasi wisata di buka 50% dengan Prokes ketat, rumah makan, warung makan, restoran, warung klontong, lalapan, angkringan dan sejenisnya hingga hotel, bar, pub, cafe, galery, art shop, toko oleh oleh, pasar seni, hingga lapak lapak pedagang dan penunjang pariwisata dan turunanya di kawasan destinasi wisata di buka sampai pukul 23:00 Wita.

Baca juga :  Wagub Cok Ace Ajak Komponen Pariwisata Fokus pada Kualitas SDM dan Lingkungan

Berlanjut bagi sektor penjual sandang, pangan, hingga toko elektronik bisa buka sampai pukul 22:00. Untuk maklum dan diketahui  bahwa selama PPKMD ini ternyata telah  menyebabkan pelaku ekonomi mikro terbantai dan sekarat, ini tidak sejalan dengan upaya pemulihan ekonomi seperti yang digadang-gadang dalam penyelerasan penanggulangan Covid berjalan dan ekonomi bertumbuh. Faktanya selama PPKMD ini kasus justru menaik (Dominan PPDN) dan masyarakat kecil di destinasi tambah sekarat.

Oleh karena itu pasca PPKM D nanti tanggal 20 Juli agar pemerintah Menghentikan PPKMD ini, selanjutnya dilakukan evaluasi dan jikapun kasus terkonfirmasi positif masih fluktuatif, maka kebijakan lanjutan dari PPKMD  adalah  berupa PPKM Lunak (PPKML) dimana Sektor sandang pangan terutama restoran, rumah makan, warung makan, cafe, angkringan, lesehan, lalapan, Bar, pub, dan sejenisnya hingga sektor penunjang pariwisata berikut turunanya dibuka hingga pukul 23:00 dengan kewajiban pelaku usaha membuat Fakta Integritas tentang penerapan Prokes.

Sebelum PPKMD ini para pelaku usaha pariwisata dan destinasi telah di Verifikasi, Disertigikasi C,H,S,E,  pemberlakuan FCC, ATC  dan VAKSIN  yang sudah sampai 94%. Artinya daerah Destinasi  siap-siap dibuka hingga pukul 23:00 dengan diikuti pelaku usaha wajib  menandatangani  Fakta Integritas Prokes. Itinya DestinasibPariwisata tetap ada pengunjung tetapi tidak ada kerumunan dan ekonomi bisa bergerak. PN-MD

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button