Ida Sukahet Dapat Tumpukan ‘’Surat Terbuka’’
Pengamat: MDA-FKUB Perlu Klarifikasi
DENPASAR, MataDewata.com | Sepekan terakhir, Pengelingsir Agung Putra Sukahet (Dewa Ngurah Swastha, SH) mendapat setumpuk surat terbuka dari masyarakat, yang dishare (dibagikan) melalui group-group WA maupun media sosial (Medsos). Sementara di Medsos akun yang pro dan kontra dengan Sukahet, berdebat sengit, lebih panas dari ‘’Debat ILC Karni Ilyas’’. Narasi Ida Sukahet, 5 Juni 2022 di Pura Ulun Danu Batur memang bikin heboh.
Pasalnya yang mengucapkannya adalah seorang Ketua FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), Bendesa Agung MDA (Majelis Desa Pakraman) Bali, juga Ketua Dharma Kerta PHDI Mahasabha Luar Biasa/Pemurnian. Sangat wajar bila narasinya menghebohkan, diprotes dan diminta untuk mempertanggungjawabkannya.
‘’Saya kira wajar-wajar saja ada surat terbuka seperti itu, karena ini era keterbukaan, eranya informasi berkelebat cepat, dan bisa disampaikan secara cepat. Sepanjang tidak menghina, tidak melecehkan, tetap dalam tataran etika, surat terbuka seperti itu sangat wajar untuk seorang tokoh publik. Presiden Joko Widodo pun, sering ketiban surat terbuka dari warga yang sulit menjangkau presiden, dan berspekulasi dengan model surat terbuka yang di-share di ruang publik,’’ ujar Wayan Gede Mardika (Ketua LBH Paiketan Krama Bali), yang senada sama juga disampaikan I Made Rai Wirata (Ketua Gercin Provinsi Bali), Ketut Artana, SH., Nyoman Yudara, SH., pengacara muda di Bali, yang dihubungi terpisah,” Jumat (17/6/2022).
Mereka sama-sama peduli pada kemajuan sumberdaya manusia Hindu, menjadi manusia berkualitas dan cerdas, serta tidak mudah dibodohi. Karena dipublikasi secara terbuka, Mardika dan Rai Wirata berpendapat, sangat bagus bila Ida Sukahet meresponnya secara profesional, dan substansial. Karena dari pertanyaan-pertanyaan itu, yang bila dijawab secara substansial, bisa menjadi sumber pembelajaran bagi siapapun, katanya.
Adapun pertanyaan-pertanyaan itu :
1. Ida Sukahet menyebut kapasitasnya sebagai Ketua MDA, Ketua FKUB, Ketua Dharma Kerta PHDI MLB. Maka yang perlu dijawab secara mendasar adalah:
a) Apakah MDA Bali punya sikap resmi, yang diputuskan secara kolektif kolegial menyangkut narasi untuk mengidentifikasi, mencolek-pamori pemedek yang tangkil ke Pura, untuk memutus bahwa pemedek yang tidak sadar dan tidak mau dibina, harus keluar dari Bali? Itu sikap resmi MDA, ataukah hanya pernyataan pribadi tapi membawa-bawa MDA, atau bahasa lugasnya ‘’mencatut’’ MDA? Karena, saat Paruman 5 Juni 2022 di Pura Ulun Danu, untuk pembentukan Formatur Sabha Pemangku, Pemangku Pura Besakih Jro Mangku Jana tegas membantah pernah hadir, tidak tahu juga namanya dicantumkan sebagai Formatur, beliau juga tidak berkenan untuk jadi Formatur. Bendesa Besakih, Mangku Widhiarta, juga bersikap serupa. Sebagai pejuang dresta Bali, dimana dresta Bali nun adiluhung, sangat jelas harus ada kejujuran, objektivitas, tidak boleh mengada-ada secuilpun tentang sesuatu.
b) Membawa nama FKUB Bali dan Ketua FKUB Nasional. Apakah FKBU Bali pernah mendklarasikan sikap tentang polemik sampradaya di Bali ini? Apakah FKUB Bali merekomendasikan, menyetujui, narasi-narasi untuk ‘’mengidentifikasi, mencolek-pamori, meminta keluar dari Bali’’ bagi pemedek yang dicap tidak bisa dibina dan tidak bisa disadarkan?
c) Membawa-bawa nama Dharma Kerta PHDI MLB, sepertinya sudah jelas, dari pernyataan-pernyataan sikap PHDI MLB, termasuk terhadap polemik dari narasi Ida Sukahet pada 5 Juni 2022. PHDI MLB menyetujui ‘’colek pamor’’ permintaan ‘’keluar dari Bali’’ bagi pemedek Hindu yang dinilai tidak bisa dibina dan disadarkan, khususnya sampradaya tertentu.
d) Nah, kalau Ida Sukahet dan PHDI MLB secara terbuka bertahan pada narasi ‘’colek pamor, identifikasi, minta keluar dari Bali’’ yang diucapkan 5 Juni 2022 di Pura Ulun Danu Batur, maka pertanyaan selanjutnya yang perlu dibuka oleh mereka yang sikapnya setuju Ida Sukahet adalah:
e) Siapa yang bertugas mengidentifikasi pemedek yang tangkil ke pura? Kalau sudah kena ‘’colek pamor’’ dan ‘’harus keluar Bali’’, bagaimana prosesnya. Bagaimana eksekusinya? Apakah Pecalang Desa adat, atau bersama Satpol PP, Polisi, atau siapa lagi? Surat Keputusan dari Bendesa Agung, atau dari Gubernur/Bupati/Walikota? Tentu juga sekalian bagaimana anggaran operasionalnya?
f) Diluar Bali, daerahnya dimana, tempatnya dimana, lahan transmigrasi, tempat kerja sosial, kamp penampungan, status hukumnya si tercolek pamor, bagaimana? Apakah statusnya ‘’terhukum’’, diasingkan, seberapa hak-hak perdatanya yang hilang, seberapa yang masih diakui..pendek kata, seperti apa ‘’hukum acara’’ untuk pelaksanaannya di lapangan?
Kalau tidak pernah ada pembahasan dan keputusan menyangkut apa yang dinarasikan Ida Sukahet, selain itu jelas harus dipertanggungjawabkan secara pribadi oleh Ida Sukahet, MDA dan FKUB Bali harus mengklarifikasi. ‘’Kalau tidak klarifikasi, nanti MDA dan FKUB akan terus dicatut-catut seakan ucapannya adalah sikap FKUB dan MDA,’’ kata pengacara muda yang peduli pada kemajuan umat Hindu itu. Pw-MD