Tidak Transparan, Krama Adat Bedulu Pertanyakan Nilai Sewa Lahan ke Investor
Para Pemuka Desa Kompak Bungkam Usai Samua Desa
GIANYAR, MataDewata.com | Bendesa bersama Pengurus Desa Adat Bedulu melaksanakan Samua Desa (rapat adat) membahas terkait tidak transparannya transaksi sewa lahan yang dilakukan oleh investor di daerah mereka, Sabtu (16/3/2024). Beberapa masyarakat setempat mengaku nilai dan lamanya waktu penyewaan lahan tidak disobiahkan (disampaikan) ke masyarakat secara jelas.
Salah satu masyarakat Desa Adat Bedulu, I Nyoman Darmawan ditemui saat rapat yang berlangsung di Wantilan Pura Desa Pengastulan Bedulu menyampaikan, samua desa atau rapat adat terjadi karena masyarakat mempertanyakan nilai dan waktu sewa lahan yang dilakukan pengurus desa adat dengan investor asal Belanda.
Disampaikan informasi yang didapat dari warga, sewa-menyewa lahan Laba Pura Dalem Desa Bedulu terjadi tahun 2023 saat masa Bendesa Adat Bedulu lama bertugas. Saat investor mulai membangun badan jalan menuju lahan sewaannya terjadi penghentian oleh warga yang disinyalir akibat berkembang informasi para pengurus adat tidak transparan terkait penyewaan lahan.
“Tanah seluas 36 are. Selama 25 tahun, tercatat di klausul perjanjian 30 atau bagaimana? Sesuai dengan perjanjian di pengurus itu kan Rp2,5 juta tapi naik di klousul kontrak itu Rp1,3 tapi ini mau di revisi lagi katanya. Nah Mau jadi apa, jadi apa itu tidak jelas, yang tau hanya pengurus adat saja tidak disobiahkan ke krama,” tegas pria yang pernah menjabat sebagai Ketua BPW LSM Jarrak Kabupaten Gianyar itu.
Pria yang akrab disapa Pak Mang Bodrex juga menuturkan, kontrak dengan investor terjadi tahun 2023, dan sudah ada pembayaran dari investor yang nilainya diperkirakan mencapai Rp740 juta. Sebagian dana sewa juga sudah digunakan untuk menutupi kekurangan pembiayaan di Pura Desa setempat. Ia juga menanyakan berapa nilai pajak yang dibayarkan ke pemerintah atas transaksi tersebut.
“Sesuai aturan Pakraman biasanya sewa-menyewa itu disobiahkan sehingga ada sangkep. Sebenarnya hasil sangkep tadi belum ada ujungnya, karena pengurus masih meminta waktu untuk merevisi daripada klousul kontrak. Istilahnya dia ingin memperbaiki dulu apa materi-materi atau adendum yang ada dalam kontrak ini karena belum disetujui oleh krama. Inilah yang menjadi polemik,” tuturnya sesuai informai yang ia dapat.
Atas persoalan ini Pak Mang Bodrex meminta semua pihak terbuka utamanya Bendesa, Pengurus, Perbekel dan Mudita (yudikatif) Desa Adat Bedulu. “Apapun kesepakatan antara pengurus dengan investor semestinya harus disobiahkan kepada krama. Tentu adanya polemik ini bisa saja akan membangun anggapan ada oknum yang bermain atau mark up harga hingga indikasi permainan pajak dan lama waktu sewa lahan, kan begitu,” tegasnya.
Atas persoalan ini Perbekel Desa Bedulu, Putu Aryawan yang pada masa bendesa lama duduk di Baga Potensi Desa saat dikonfirmasi enggan memberikan informasi terkait isi rapat yang juga ia hadiri. “Berhak mengkonfirmasi pak? Karena ranah tiang ten nike, tiang ten berhak mengkonfirmasi. Titiang (saya, red) cuman menyimak saja tadi, nike ranah adat bukan desa dinas gih,” jawabnya melalui sambungan WhatsApp (WA).
Selanjutnya saat Mudita (yudikatif) Desa Adat Bedulu, Wayan Sudarsana dikonfirmasi juga memberi respon yang hampir sama. Ia juga tidak memberikan informasi apa yang sebenarnya terjadi dalam hal sewa-menyewa lahan milik adat kepada investor. Saat dikonfirmasi ia juga sempat mengucapkan kata “makelar” dan “persoalan ne ngae pengeng” (persoalan yang bikin pusing) serta enggan menjawab pertanyaan lainnya dari wartawan. “Nah tulis-tulis gen ditu,” ucapnya dengan nada yang terdengar cukup ketus.
Bak seperti setingan (kompak bungkam) Bendesa Adat Bedulu, Gusti Ngurah Susatia Putra saat dihubungi dan dikirimkan pesan untuk konfirmasi belum ada jawaban hingga berita ini diturunkan. Beberapa Masyarakat yang enggan namanya ditulis juga berharap persoalan tersebut segera terselesaikan. Selanjutnya direncanakan kembali digelar rapat adat lanjutan yang tentu mengharapkan kehadiran pihak investor. ON-MD9