Warga AS Overstay 82 Hari, Mengaku Akibat Gangguan Mental Dideportasi Rudenim Denpasar

BADUNG, MataDewata.com | Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar kembali menunjukkan ketegasan dalam penegakan hukum keimigrasian. Seorang warga Negara Amerika Serikat berinisial JRA dideportasi ke negaranya akibat melanggar Pasal 78 ayat (3) UU No: 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian.

Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita, menjelaskan kejadian ini bermula ketika JRA melaporkan diri ke Kantor Imigrasi Kelas I TPI Ngurah Rai setelah mengetahui bahwa ia telah tinggal melebihi batas waktu izin tinggalnya lebih dari 60 hari. Berdasarkan izin tinggalnya, JRA seharusnya meninggalkan Indonesia pada pertengahan Agustus 2024.

Namun, gangguan mental yang diakuinya membuat JRA kehilangan kesadaran terhadap waktu, sehingga ia lupa untuk memperpanjang izin tinggalnya. JRA, yang tiba di Indonesia pada Juni 2024 menggunakan Visa on Arrival, awalnya berniat mengeksplorasi berbagai destinasi wisata di Bali seperti Canggu, Ubud dan Uluwatu.

Namun, pada dua minggu pertama setelah kedatangannya, JRA mulai mengalami gangguan mental yang mempengaruhi kemampuannya untuk mengelola waktu. Ketika menyadari izin tinggalnya telah habis, ia mencoba memperpanjang izin tinggal secara Daring, tetapi situs yang digunakan tidak berfungsi.

Baca juga :  Targetkan Predikat WBK, Tim RB Ditjenpas Verlap Rutan Negara dan Lapas Tabanan

Dalam kondisi terdesak, JRA mencari bantuan dari agen visa yang menjanjikan untuk mengurus perpanjangan izin tinggalnya dengan biaya tertentu. Namun, upaya tersebut tidak membuahkan hasil. Setelah tidak menemukan solusi, ia akhirnya berkonsultasi dengan Kedutaan Besar Amerika Serikat yang memberikan dua opsi: membayar denda overstay atau melapor ke imigrasi untuk memproses deportasi.

Ik-MD-OJK/Bali//27/2024-fm

Karena tidak memiliki dana untuk membayar denda overstay, JRA memilih melapor ke Kantor Imigrasi Ngurah Rai. Dalam pemeriksaan JRA diketahui telah overstay selama 82 hari, ia menyampaikan permintaan maaf atas pelanggaran yang dilakukannya. “Saya tidak berniat melanggar hukum Indonesia. Saya mengalami kendala mental yang membuat saya kehilangan kendali atas waktu,” aku JRA.

Karena proses deportasi tidak dapat dilakukan segera, JRA didetensi di Rumah Detensi Imigrasi (Rudenim) Denpasar sejak awal November 2024 setelah diserahkan Kanim Ngurah Rai. Selama masa pendetensian, pihak imigrasi memproses semua dokumen yang diperlukan untuk memastikan pemulangannya berjalan lancar. Pada 12 November 2024, JRA akhirnya dideportasi melalui Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai dengan tujuan akhir Dallas Forth Worth International Airport, Amerika Serikat.

Baca juga :  Nyambi Jadi Nail Artist di Bali, Turis Belarusia Dideportasi Rudenim Denpasar

Kepala Rudenim Denpasar, Gede Dudy Duwita, menegaskan bahwa pihaknya akan terus menindak tegas pelanggaran keimigrasian. “Kami tidak akan berkompromi dengan pelanggaran izin tinggal oleh warga negara asing. Penegakan aturan keimigrasian adalah prioritas untuk menjaga ketertiban dan keamanan, khususnya di Bali sebagai daerah wisata internasional,” ujar Dudy.

Menanggapi alasan JRA akan gangguan mental mengenai aturan izin tinggal di Indonesia, Dudy mengingatkan prinsip hukum ‘ignorantia juris non excusat’, yang berarti “ketidaktahuan terhadap hukum bukan alasan pembenar.” Ia menjelaskan “Asas ini berlaku universal, termasuk di Indonesia. Semua orang, termasuk warga negara asing, diharapkan memahami aturan hukum di negara yang mereka kunjungi. Ketidaktahuan bukan alasan untuk melanggar hukum, apalagi di sektor keimigrasian yang berdampak langsung pada ketertiban negara”.

Baca juga :  Langgar Keimigrasian, Rudenim Denpasar Deportasi Wanita WN Tanzania dan Pria Nigeria

Kepala Kantor Wilayah Kemenkumham Bali, Pramella Yunidar Pasaribu, menambahkan bahwa pengawasan terhadap warga negara asing di Bali akan terus ditingkatkan. “Kami berkomitmen untuk melindungi kepentingan warga lokal dan memastikan lingkungan Bali tetap aman dan tertib bagi wisatawan asing yang patuh pada aturan,” jelasnya.

“Sesuai Pasal 102 Undang-Undang Nomor: 6 Tahun 2011 tentang Keimigrasian, penangkalan dapat dilakukan paling lama enam bulan dan setiap kali dapat diperpanjang paling lama enam bulan dan selain itu penangkalan seumur hidup juga dapat dikenakan terhadap Orang Asing yang dianggap dapat mengganggu keamanan dan ketertiban umum. Namun demikian keputusan penangkalan lebih lanjut akan diputuskan Direktorat Jenderal Imigrasi dengan melihat dan mempertimbangkan seluruh kasusnya,” tutup Dudy. Kh-MD

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button