Tim Hukum PHDI Bali tentang Narasi ‘’Sweeping Sampradaya”

Narasi Menghasut Tak Layak Diucapkan di Pura

DENPASAR, MataDewata.com | Beredar viralnya video Ida Sukahet saat bicara di Pura Ulun Danu Batur, Bangli, 5 Juni 2022, mendapat tanggapan dari berbagai pihak. Selain di Medsos dan WA Group, juga kalangan organisasi yang sangat menyesalkan narasi-narasi berbau menghasut diucapkan di areal Pura yang merupakan tempat suci umat Hindu. Tanggapan dilontarkan Tim Hukum PHDI Bali, Gede Harja Astawa, SH (Wakil Ketua), I Wayan Sukayasa, SH (Sekretaris), I Made Rai Wirata, SH (Wakil Sekretaris) dan seorang anggota Tim Hukum, I Ketut Artana, SH.

‘’Rasanya tidak sesuai dengan semangat menghormati pura sebagai tempat suci, pemangku sebagai ‘’jan banggul pengayah Ida Bhatara’’ dilibatkan dalam narasi-narasi provokatif seperti dilontarkan Ida Sukahet tersebut, sangat disesalkan dan jangan diulang lagi. Mari kembali shanti, damai, sesuai tata-titi dan swadharma tokoh agama Hindu yang seharusnya, yang diwariskan oleh leluhur dalam keragaman dresta di Bali ini,” ujar Tim Hukum PHDI Bali, Gede Harja Astawa, SH (Wakil Ketua), melalui siaran pers, Senin (13/6/2022).

Ucp-MD-GK-WS//8/2022/fm

Lanjut menyampaikan, sudah ada SKB PHDI-MDA tentang pembatasan pengembanan sampradaya asing di Bali; Rekomedasi Pasamuhan Agung Paruman Pandita PHDI se-Bali, ada pencabutan SK Pengayoman sampradaya dan pencabutannya di AD/ART Mahasabha XII; Rekomendasi Komnas HAM tentang kisruh sampradaya. “Seharusnya itulah yang ditindaklanjuti. Baik oleh Gubernur yang merupakan orang nomor satu di Bali, dengan mengkoordinasikan sumberdaya pemerintahan di seluruh Bali, guna mencari solusi yang baik,’’ katanya.

Baca juga :  Ny.Tjok Ace Ajak Semua Pihak Berperan Aktif Jaga Kelestarian Mangrove

Ida Sukahet yang menurut berita Medsos sambungnya, hadir dalam Paruman untuk membuat Formatur Sabha Pemangku di Ulun Danu Batur 5 Juni 2022. Acara diadakan oleh panitia yang melalui surat undangannya menggunakan simbol terkesan seperti PHDI MLB, dan Sukahet adalah Dharma Kerta PHDI MLB (Parisada Hindu Dharma Indonesia versi Mahasabha Luar Biasa). Surat undangan Panitia Paruman Pemangku tersebut menggunakan logo mirip logo PHDI hasil Mahasabha XII di Jakarta.

Foto: I Made Rai Wirata, SH (Wakil Sekretaris).

Adapun narasi yang videonya beredar luas, Ida Sukahet menyatakan antara lain; ‘’Saya setuju, dengan dana demarkasi ini, kita identifikasi, mana orang-orang yang penganut sampradaya asing, mana yang ajeg Hindu dresta Bali, harus colek pamorin, begitu dia atau merek ke pura, tanya, apakah akan kembali ke dresta Bali, ataukah tetap sampradaya asing, karena kalau mereka kembali; inggih tityang matur sisip, ngaturang Guru Piduka, Upasaksi. Karena tujuan kita, bukan membenci, tapi menyadarkan dan membina, tapi kalau tidak bisa disadarkan dan dibina, keluar dari Bali…..dst’’.

Ditanya tentang narasi Ida Sukahet di Pura Ulun Danu Batur dalam video yang transkripnya diungkap oleh salah satu media online di Bali dan kini luas beredar, Tim Hukum PHDI Bali menyatakan,’’Ucapan seperti itu tidak hanya tidak layak diucapkan di area Pura suci, oleh seorang tokoh yang memimpin FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama), seorang tokoh agama dan budaya, yang mestinya membina, menyadarkan, mengedukasi. Kata-kata keluar dari Bali, kalau tidak bisa disadarkan dan tidak bisa dibina, disambung dengan kalimat-kalimat dalam narasi tersebut, mengandung unsur provokasi, hasutan. Ada kata pemanis dengan ucapan bahwa tindakan seperti mencolek pamorin bukan untuk membenci, tapi isinya seperti ajakan untuk men-sweeping dan mengusir keluar Bali yang justru bermuatan permusuhan,’’ kata Gede Harja, Sukayasa, Rai Wirata dan Ketut Artana.

Baca juga :  Peletakan Batu Pertama Pembangunan Gedung Dapur dan Poliklinik Lapas Perempuan Kelas IIA Kerobokan
Foto: I Wayan Sukayasa, SH (Sekretaris).

’Bahkan kalau kita lebih dalam mengupas filosofi ajaran dharma, tentang larangan untuk dilakukan di areal suci Pura, maka tidaklah tepat mengucapkan narasi-narasi provokatif di Pura. Bisa cemer pura diperlakukan seperti itu. Pura itu tempat sembahyang, paruman yang paras-paros sarpana ya, yang mengedepankan suasana dan pikiran shanti, trikaya parisuda. Mari kita terapkan ajaran-ajaran leluhur dresta Bali itu dengan tindakan nyata, jangan sebaliknya,’’ imbuh Sukayasa.

Sebagai Tim Hukum yang siap membantu PHDI dan umat Hindu, Sukayasa juga menambahkan bahwa unsur-unsur pidana dalam narasi Ida Sukahet itu bisa diinventarisir dan sebaiknya sebagai tokoh dan juga tahu hukum, janganlah memberi contoh yang tidak shanti.

Ada Unsur Pidana
Gde Harja dan Sukayasa menegaskan, menghasut ada dalam pasal 160 KUHP, memiliki arti mengajak, mendorong, membangkitkan atau membakar semangat orang agar melakukan sesuatu. Dalam kata menghasut tersebut tersampaikan tindakan yang dengan sengaja dilakukan.Menghasut sendiri merupakan kata yang lebih keras dibandingkan dengan membujuk, namun bukan dalam ranah yang memaksa. Menghasut sendiri bisa dilakukan secara langsung dan tidak langsung.Menghasut juga bisa dilakukan melalui lisan maupun tulisan. Jika dalam bentuk lisan, maka kejahatan tersebut bisa selesai ketika kata-kata tersebut sudah selesai diucapkan. Namun jika sengaja menghasut orang lain tersebut dilakukan dalam bentuk tulisan, maka harus ditulis terlebih dulu untuk kemudian diperlihatkan pada publik.

Baca juga :  Tidak Menunggu Hingga 2028, Tol Jagat Kerthi Bali Dikebut Rampung Tahun 2025
Foto: Anggota Tim Hukum, I Ketut Artana, SH.

Dalam Pasal 160 KUHP, yang dimaksudkan dengan menghasut adalah seseorang yang di muka umum atau publik menggunakan lisan atau tulisan yang menghasut agar orang lain melakukan tindak pidana, melakukan kekerasan pada penguasa umum atau tidak mengikuti ketentuan undang-undang ataupun perintah jabatan yang diberikan berdasarkan ketentuan undang-undang, maka akan diancam pidana penjara maksimal 6 tahun atau denda maksimal empat ribu lima ratus rupiah.

‘’Coba dicermati kata demi kata dari narasi Ida Sukahet di Pura Ulun Danu, mana yang memenuhi unsur penghasutan, tidak sulit untuk mengenalinya. Tapi, sebagai tokoh, apalagi menjadi Pengelingsir FKUB nasional, mari bicara shanti, pertimbangkan berbagai aspek dan lembaga yang tersangkut akibat pernyataan beliau. Tidak bisa memecahkan permasalahan seorang diri atau satu kelompok saja, betapapun hebatnya,’’ imbuh Sukayasa. Pw-MD

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button