
BADUNG, MataDewata.com | Komisi II DPRD Kabupaten Badung menggelar Rapat Kerja dengan mengundang Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait, yaitu Dinas Lingkungan Hidup dan Kebersihan (LHK) Kabupaten Badung di Kantor Camat Kuta Selatan, Kabupaten Badung, Kamis (4/9/2025). Dipimpin Ketua Komisi II DPRD Badung, I Made Sada dan Wakil Ketua II DPRD Badung Made Wijaya didampingi Sekretaris Komisi II DPRD Badung I Wayan Luwir Wiana dan Anggota Komisi II DRPD Badung lainnya, yakni Wayan Sukses, I Made Sudira, Ida Bagus Manubawa dan I Wayan Edy Sanjaya.
Turut hadir Plt. Kadis LHK Kabupaten Badung, Ida Bagus Gede Arjana, Camat Kuta Selatan, I Ketut Gede Arta, Lurah/Kepala Desa se-Kecamatan Kuta Selatan, Ketua TPS3R se-Kecamatan Kuta Selatan dan Vendor Jasa Pengangkut Sampah serta para undangan lainnya. Pembahasan menukik pada upaya penanganan dan penanggulangan sampah di Kecamatan Kuta Selatan.
Wakil Ketua II DPRD Badung, Made Wijaya menyampaikan bahwa Raker Komisi II DPRD Badung telah menampung aspirasi dari tokoh-tokoh masyarakat di Kuta Selatan. Atas nama Komisi II DPRD Badung, Made Wijaya menyampaikan permohonan maaf, karena baru bisa bertemu atau bertatap muka terkait permasalahan sampah.
Hal tersebut bukan berarti saat masalah sampah, barulah pihaknya bertemu dengan masyarakat dan tokoh-tokoh di Kuta Selatan, tapi hal tersebut sudah menjadi agenda pimpinan di Komisi II DPRD Badung yang mendampinginya. “Jadi, apapun permasalahan di masyarakat, memang kita sebagai wakil rakyat harus lebih intens untuk turun kebawah melihat situasi dan kondisi yang terjadi di masyarakat,” kata Made Wijaya.
Dari hasil koordinasi, Made Wijaya menyatakan sepakat bahwa permasalahan sampah diselesaikan secara bersama-sama. Meski terdapat peraturan perundang-undangan yang menyatakan sampah itu diselesaikan oleh Pemerintah, tapi masyarakat juga punya andil dalam berperan aktif menangani sampah itu sendiri.
“Hari ini bisa kita sepakati, bahwa sampah kita selesaikan bersama. Apalagi, kawasan Kuta Selatan kita sebagai penopang PAD dari pariwisata. Jadi, mau idak mau, permasalahan sampah ini, kita harus mulai dari diri sendiri dan terus kiat-kiat Pemerintah untuk mendorong dalam menangani masalah sampah,” paparnya.
Jika dilihat dari keberhasilan negara-negara lainnya, maka diperlukan waktu bertahun-tahun untuk menggenjot masalah sampah bisa tuntas sampai ke akar-akarnya. “Nah, masalah sampah tidak hanya di Badung, tapi harus selesai di Bali. Ini menjadi kiat Kabupaten/Kota yang kami hadir di pagi hari hingga siang hari ini menemukan beberapa hal, termasuk Pemerintah didalam menyikapi masalah sampah tentunya digenjot dengan serius, baik di Induk maupun Perubahan harus terkonsentrasi. Itu sudah jelas, kami kawal terus,” urainya.
Dari Desa dan Kelurahan yang ada di Kabupaten Badung, ternyata hingga saat ini kondisi miris dialami Kelurahan. Jika Kepala Desa/Perbekel memperoleh pembagian Pajak Hotel dan Restoran (PHR) diakui anggaran menyelesaikan masalah sampah bisa disiapkan sesuai dengan regulasi yang ada. Namun, kondisi berbeda dialami 16 Kelurahan yang ada di Badung, yang penyelesaian sampah tidak diimbangi dengan pembiayaan.
“Apa yang sering saya sampaikan, bahwa permasalahan TPS3R dan TPST yang ada, kalau kurang serius kita anggarkan dan berikan rutin dalam sebulan dan setahun, sudah tentu banyak TPST dan TPS3R yang mangkrak,” tambahnya. Untuk itu, pihaknya dari legislatif terus mendorong TPST dan TPS3R dianggarkan sesuai dengan regulasi, karena DPRD berfungsi penganggaran. “Setelah Kuta Selatan, kami adakan di Kuta Utara, Kuta dan langsung ke Badung Utara hingga semuanya tuntas di seluruh Kecamatan yang ada di Badung,” kata Made Wijaya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Badung I Made Sada memberikan apresiasi kepada semua pihak yang hadir dalam menyerap aspirasi masyarakat dengan mengundang Dinas LHK Kabupaten Badung, dalam memberikan solusi atas permasalahan sampah di Kuta Selatan. Dari hasil Raker, Made Sada menyebutkan 6 Kelurahan dan Desa yang ada di Kuta Selatan, untuk sementara sampah bisa ditangani dengan baik.
Khusus di Tanjung Benoa, ternyata terdapat peran serta Desa Adat yang membiayai masalah sampah. “Jika tidak ada peran serta Desa Adat bagaimana kita mencari biaya. Jadi, yang menjadi konsen kita itu, terutama di Kuta Selatan adalah Kelurahan Benoa dan Jimbaran,” kata Made Sada.
Hal tersebut berarti masalah sampah harus benar-benar ditangani oleh Pemerintah. Untuk itu, pihaknya dari Komisi II DPRD Badung bakal melakukan rekomendasi agar Pemerintah mendorong secepatnya di dua desa ini harus ada TPS3R sesegera mungkin.
Untuk bisa berfungsi dengan baik, maka Pemerintah harus bisa menyediakan incenerator dengan bahan bakar berbasis biomassa. “Itu artinya tidak gunakan listrik, tidak gunakan BBM, apalagi solar yang sangat mahal tidak bisa dilaksanakan, karena juga penganggaran tidak ada di desa dan desa adat, kasian mereka,” tandasnya.
Terkait pos penganggaran, pihaknya dari Komisi II DPRD Badung bakal segera membahas lebih lanjut, agar ada rumahnya, sehingga anggaran bisa dipakai untuk penanganan sampah. Apalagi, dengan PAD yang ada bersumber dari sektor pariwisata, maka Pemerintah seharusnya bertanggung jawab semaksimal mungkin guna mengatasi sampah yang ada di Kabupaten Badung.
“Tadi, perbedaan sangat jelas sekali mengenai karakteristik sampah dan jumlah sampah yang ada di Badung Selatan dan Badung Utara tidak dapat disamakan. Untuk itu, harus semua konsen terhadap penanganan sampah, tidak saling menyalahkan, tapi semua punya tanggung jawab,” tegasnya. Jika Pemerintah bertanggung jawab atas penganggaran dan penyediaan TPST serta TPS3R lengkap dengan luas lahan dan mesin-mesinnya.
Terkait Peraturan Bupati Nomor: 7 tahun 2013 dan Peraturan Gubernur Bali 47 Tahun 2019 menyatakan, bahwa sampah harus diselesaikan di sumbernya melalui pemilahan sampah yang harus dilakukan masyarakat. Menurutnya, bagi masyarakat yang belum terbiasa memilah sampah harus dimulai dari sekarang dimaksimalkan untuk bisa memilah sampah. Jika sudah dipilah, sampah yang dibawa ke mesin incenerator bisa terserap secara maksimal.
“Tanpa pemilahan sampah biarpun canggih mesin incenerator itu akan tidak bisa bekerja dengan maksimal. Kemudian, residu yang dihasilkan, misalnya dibuatkan bata atau apa istilahnya bisa digunakan kembali,” kata Made Sada. Meski demikian, dalam penanganan sampah diperlukan tenaga pengelola sampah beserta gaji, sehingga Pemerintah perlu memberikan insentif untuk menggaji tenaga pengelola sampah, yang dipekerjakan di TPS3R.
“Tenaga yang dipekerjakan di TPS3R itu tentu akan diperlukan gaji yang lebih tinggi, karena tidak semua orang yang bekerja di tempat seperti itu,” tambahnya. Oleh karena itu, pihaknya dari Komisi II DPRD Badung bakal memberikan rekomendasi terhadap hal-hal yang terkait dengan penutupan TPA Suwung supaya bisa ditunda. “Hal itu dilakukan sampai benar-benar ada TPA yang baru berbasis tenaga listrik dari sampah, agar benar-benar sampah tidak menjadi masalah kita semua,” tutupnya. Hp-MD