TP PKK Sampaikan Penguatan Sosialisasi dan Aksi Sosial
BULELENG, MataDewata.com | Ketua TP PKK Provinsi Bali, Ny. Putri Koster menggandeng Pj. Bupati Buleleng, Ketut Lihadnyana, Koordinator Kelompok Ahli Bidang Bidang Pembangunan Pemerintah Provinsi Bali, Prof. I Made Damriyasa, Kelompok Ahli Bidang Pangan, Sandang dan Papan, Prof. I Made Supartha Utama untuk menjadi narasumber dalam Dialog Interaktif tentang 44 Tonggak Peradaban Penanda Bali Era Baru dengan tema “Bali Pulau Organik” bertempat di stasiun RRI Singaraja, Singaraja, Senin (10/4/2023).
Ny. Putri Koster yang akrab disapa Bunda Putri tersebut mengatakan bahwa sejatinya TP PKK Prov Bali selalu hadir sebagai mitra Pemerintah Provinsi Bali dalam menyukseskan program-programnya. Menurutnya, TP PKK mempunyai dua program utama yaitu sosialisasi dan aksi sosial. “Sosialisasi berarti kita menyebarluaskan program-program pemerintah agar masyarakat tahu contohnya seperti saat ini, dan aksi sosial kita menyentuh langsung dan memberikan bantuan kepada masyarakat,” jelasnya.
Untuk sosialisasi kali ini, Bunda Putri melanjutkan mengangkat tema tentang Pertanian Organik, karena menurutnya ini hal yang penting untuk dibahas, mengingat masyarakat sudah cenderung meninggalkan gaya hidup sehat melalui konsumsi bahan makanan organik.
“Kami TP PKK menggandeng pakarnya di bidang pertanian agar bisa mengedukasi masyarakat. Bahwa leluhur kita dari dulu sudah mewariskan sistem pertanian terintegrasi, dengan nilai-nilai adiluhungnya juga. Sehingga mari kita kembali kepada pertanian yang menjadi jati diri kita,” tuturnya.
Di samping itu, wanita yang dikenal sebagai seniman serba bisa ini juga mengatakan bahwa Pemprov Bali di bawah kepemimpinan Gubernur Wayan Koster dan Wakil Gubernur Bali Tjokorda Oka Artha Ardana Sukawati sangat konsen dengan sistem pertanian organik dan ingin menjadikan Bali sebagai provinsi pertama di Indonesia yang menyandang predikat Provinsi Hijau. “Untuk itu mari kita bersama-sama, terutama TP PKK yang kadernya hingga ke unit terkecil masyarakat yaitu keluarga, untuk ikut aktif menyebarluaskan dan menjadikan Bali sebagai pulau organik,” imbuhnya.
Sementara Pj Bupati Buleleng Ketut Lihadnyana mengatakan bahwa komitmen Kabupaten Buleleng sebagai bagian dari Provinsi Bali, sangat sejalan dalam mengembangkan pertanian organik. Ditambahkannya, saat ini Buleleng sudah menerapkan sistem pertanian organik, dimulai dari padi, buah-buahan dan sayuran. “Sama seperti jargon Kabupaten Buleleng, yaitu ‘Buleleng Bisa’, maka saya kira pertanian organik bisa diimplementasikan sepenuhnya di Buleleng,” jelasnya.
Ia pun mengatakan ini sebagai salah satu penanda Bali Era Baru, yaitu mewujudkan SDM Bali yang unggul, tidak hanya unggul di bidang pendidikan namun juga unggul di bidang kesehatan sehingga ke depan bisa semakin berdaya guna. Begitu juga di bidang ekonomi, Bupati Lihadnyana mengatakan bahwa pertanian organik mempunyai aspek ekonomi yang cukup tinggi, sehingga bisa menguntungkan masyarakat Bali. “Pertanian organik ini bukanlah hanya sebuah sistem saja, namun memiliki nilai yang lebih. Sesuai dengan visi Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang mencakup semuanya, pertanian organik tidak hanya menyelamatkan manusia dan lingkungan Bali, namun juga menyelamatkan kebudayaan Bali yang sudah turun-temurun diwariskan oleh para leluhur,” imbuhnya.
Sementara Prof. Damriyasa mengatakan bahwa di era kepemimpinan Gubernur Koster sangat konsen melindungi alam, manusia dan kebudayaan Bali. Hal itu bisa dilihat dari pencapaian kepemimpinan Gubernur Koster dan Wakil Gubernur Cok Ace yang belum genap lima tahun ini sudah terangkum dalam 44 tonggak peradaban penanda Bali Era Baru. “Di sana sudah terdapat 44 pencapaian beliau selama memimpin Bali, salah satunya yaitu sistem pertanian organik,” jelasnya.
Pemprov Bali dijelaskannya sedang memperbaiki sistem pertanian dari hulu ke hilir, tidak hanya mengganti pupuk berbahan dasar kimia ke pupuk organik, namun juga turut mengedukasi para petani hingga masyarakat tentang pentingnya implementasi pertanian organik untuk pulau Bali. Untuk itu, ia menegaskan semua harus bergerak simultan, mulai dari pemerintah, masyarakat hingga pemangku kepentingan untuk membawa Bali menjadi “green province”. “Gubernur Koster sangat konsen untuk menjadikan Bali sebagai pulau organik, bahkan beliau menolak pupuk kimia masuk ke Bali, karena beliau berpikir tentang Bali ke depan, 100 tahun lagi, bukan hanya berpikir tentang Bali di periode beliau. Maka mari kita bersama-sama menjaga dan mewujudkan Bali menjadi pulau organik,” tambahnya. Di samping itu, ia pun menggugah akademisi dan perguruan tinggi untuk menemukan terobosan yang bisa membantu pemerintah secara cepat menjadikan Bali sebagai pulau organik, baik dalam penciptaan pupuk organik maupun sistem yang lebih baik.
Prof. Supartha Utama memandang bahwa pertanian organik tidak hanya memiliki nilai ekonomi yang tinggi saja, namun juga memiliki nilai-nilai budaya yang terkandung dalam filosofi Sad Kerthi. Pertanian organik menurutnya tidak hanya menghasilkan bahan pangan yang berkualitas bagi masyarakatnya, namun juga sebagai salah satu upaya dalam menjaga ekosistem Bali secara berkelanjutan. “Di luar negeri, masyarakatnya sangat konsen dengan makanan yang mereka makan, dan makanan organik memiliki nilai lebih bagi mereka. Nah jika kita bisa menjual bahan makanan organik kita dengan nilai-nilai ekstrinsiknya seperti nilai budaya, dll, maka kita bisa menjual produk kita lebih tinggi lagi,” urainya seraya mengatakan jika hasil produksi melalui sistem pertanian organik bisa lebih tinggi dari pertanian biasa.
Sama halnya dengan Prof. Damriyasa, Prof Supartha Utama juga mengatakan jika langkah-langkah Gubernur Bali dalam menjadikan Bali sebagai Pulau Organik sudah sangat sistematis dan selalu memperhatikan berbagai aspek yang ditimbulkan. Seperti misalnya masa transisi dari pertanian biasa ke organik, Pemprov Bali mensubsidi pupuk organik baik cair maupun padat kepada para petani, di samping juga terus berupaya mengedukasi petani. Hingga tahun 2023 ditambahkannya sudah sekitar 10.000 atau 66% hektar lahan pertanian diubah menjadi lahan organik, sehingga diharapkan tahun 2024 atau 34% sisanya semua lahan pertanian di Bali sudah menggunakan sistem organik. “Dengan sistem pertanian organik yang dicanangkan oleh Bapak Gubernur, Pemprov Bali telah berhasil menyelamatkan mata air tercemar yang dari awalnya 391 menjadi 244. Bayangkan jika kita tidak beralih mungkin 100 tahun lagi 1.200 mata air di Bali akan tercemar,” tandasnya.
Dalam kesempatan tersebut, semua narasumber berharap bahwa pertanian organik bisa segera diwujudkan secara masif, untuk menyelamatkan lingkungan dan ekosistem di Bali. Sementara Bunda Putri juga berharap, agar kader PKK hingga di tingkat keluarga bisa menjadi pionir, penggerak terdepan dalam mengedukasi masyarakat akan pentingnya pertanian organik bagi alam dan manusia Bali. Ln-MD