Dituduh Khianati Leluhur dan Rusak Dresta, Ketua Harian PHDI Bali: Fokus Kami, Upayakan Solusi

DENPASAR, MataDewata.com | Ketua Harian Pengurus PHDI Bali 2022-2027, Nyoman Kenak, SH., (dilantik 08 April 2022) menanggapi dan mengklarifikasi pernyataan-pernyataan yang disampaikan sejumlah demonstran di Kantor PHDI Bali Jl. Ratna Denpasar yang disertai pemasangan ‘’garis kuning’’ di pagar PHDI, bersamaan dengan Lokasabha VIII PHDI Bali di Puspem Badung, 08 April 2022 lalu.

‘’Karena banyak umat meminta kami mengklarifikasi atas tuduhan dan narasi-narasi yang dilontarkan saat unjuk rasa itu, termasuk tuduhan mengkhianati leluhur dan merusak Dresta Hindu Bali, serta mengaitkannya karena di PHDI ada sekretariat Veda Poshana Ashram (VPA), kami tegaskan segala masalah yang dilontarkan siap untuk kami dalami terus dan mencarikan solusinya. Tentu, pihak yang menyampaikan berbagai narasi itu agar menyertakan data yang valid, guna melengkapi informasi yang kami punya, agar kami bisa menindaklanjutinya secara baik,’’ kata Nyoman Kenak melalui siaran pers, Sabtu (9/4/2022).

Ik-MD-TR-BI//4/2022/f1

Soal informasi bahwa VPA menumpang di kantor PHDI. ‘’Kami tegaskan, memang VPA pernah meminjam alamat surat di Jl. Ratna 71 sekitar tahun 2017. Namun, tidak lama, akhirnya VPA berhenti meminjam alamat surat di PHDI Bali, pindah ke alamat yang baru,’’ ujar Nyoman Kenak, Ketua PHDI Bali terpilih untuk periode 2022-2027, sembari mengingatkan agar VPA memperhatikan kritik-kritik yang berkembang, serta berbesar hati untuk melakukan introspeksi. Soal Diksa-diksa massal yang disebutkan sebagai kegiatan VPA, dipersilakan VPA menjelaskannya.

‘’Kami, PHDI tidak pernah mengadakan diksa massal. Yang dilakukan hanyalah sebatas Diksa Pariksa — dan bukan Diksa — ketika yang akan munggah Dwijati masih berstatus Walaka. Selanjutnya adalah Diksa, dilakukan oleh Nabe yang bersangkutan, sesuai aguron-aguron yang dianut oleh Ida Nabe maupun sistem di Pesemetonan yang akan munggah Dwijati,’’ jelas Nyoman Kenak.

Baca juga :  Renungan Esensial Saraswati

Namun, oleh karena rupanya masih ada yang belum jelas dan perlu diluruskan, PHDI Bali dan Kabupaten/Kota siap untuk membahas aspirasi ini lebih lanjut. Nyoman Kenak meminta semeton yang memiliki data dan informasi agar menyampaikannya ke PHDI Bali, untuk dibahas, di-cek dan re-cek kepada berbagai pihak, guna merumuskan satu solusi yang terbaik, agar hal ini bisa selesai dengan damai, sambung Nyoman Kenak, dan Pinandita Drs. I Ketut Pasek Swastika, Wakil Ketua yang membidangi Agama dan Kerohanian.

Ik-MD-ITB-SB/MB//4/2022/f1

Soal masih ada isu bahwa PHDI menjadi ‘’sarang sampradaya yang merusak Dresta Hindu di Bali’’, bahkan ada tuduhan bahwa PHDI mengkhianati warisan leluhur, Sekretaris PHDI Bali, Putu Wirata Dwikora menegaskan, sudah berkali-kali menegaskan rangkaian kegiatan dan apa yang pernah diperbuat PHDI Bali untuk menjaga keajegan Bali, kawasan suci, Bhisama Radius Kesucian Pura PHDI yang diperjuangkan masuk dalam Perda Tata Ruang Wilayah Bali, dan sebagainya.

‘’Di PHDI Bali, hasil Lokasabha VIII yang lalu, tidak ada lagi unsur sampradaya yang mendapat penolakan. Karena sampradaya sudah dicabut pengayomannya oleh PHDI Pusat, di AD/ART juga tidak ada lagi pengayoman sampradaya, dan mestinya tidak lagi ada tudingan PHDI menjadi sarang sampradaya, ’’ tambah Sekretaris PHDI Bali, Putu Wirata Dwikora.

Baca juga :  Ida Pangelingsir Agung Resmikan Kantor PHDI P Karangasem

Pengurus PHDI Bali yang terdiri beragam personil dari Pasemetonan, demikian juga di Paruman Pandita yang terdiri dari berbagai Pesemetonan, menegaskan niat ngayah ini di hadapan Ida Bhatare saat pengurus nantinya mohon restu Ida Sang Hyang Widhi Wasa, agar Beliau selalu menuntun kami bagaimana mengemban tugas dan fungsi sesuai aturan organisasi, yang jelas diantaranya mengemban misi untuk melestarikan kearifan-kearifan lokal di Nusantara.

IK-MD-PKB-PBD//4/2022/f1

‘’Umat Hindu juga pasti bisa menilai, apakah ada bukti-bukti bahwa PHDI berkhianat pada leluhur dan merusak Dresta Hindu. Walaupun tidak bermaksud menepuk dada, kami juga mencatat empati terhadap apa yang mampu dikerjakan dan diperjuangkan pengurus PHDI,’’ katanya.

Soal Dresta Bali, dalam Lokasabha sudah disepakati untuk mengemban kearifan lokal Hindu di Bali sesuai Dresta, dan sudah ada masukan untuk mengadakan diskusi terbatas tentang apa itu Dresta Hindu di Bali. Rumusan diperlukan agar ada semacam uger-uger untuk berperilaku maupun mengambil keputusan bilamana diperlukan, mana dan bagaimana implementasi Dresta Bali tersebut.

Sementara soal sampradaya yang telah dicabut pengayoman organisasinya oleh PHDI Pusat, berdasarkan Rekomendasi Pasamuhan Paruman Pandita PHDI se-Bali pada 10 Juni 2021, agar dilakukan langkah-langkah untuk merangkul agar kembali ke Dresta Hindu di Bali, karena bila tetap bersikukuh dengan kondisi yang sekarang ini ada, yang terjadi bukan hanya resistensi, ketegangan, tetapi pasti ada implikasi hukum yang berkaitan dengan aspek-aspek lain di bidang hak atas tanah adat, dan sebagainya. Ini harus dipikirkan juga oleh saudara kita di Sampradaya, yang dalam posisi ditolak sekarang ini,’’ katanya.

Baca juga :  Upacara Prosesi Nyineb di Pura Mandara Giri Semeru Agung
Ik-MD-GK/Fe//30/2022/f1

Untuk membahas dan mencari solusi terhadap permasalahan ini, memang kehadiran negara dan pemangku kewenangan haruslah kongkret. Yakni lembaga PAKEM (Pengawasan Aliran Kepercayaan di Masyarakat) yang didalamnya ada Kejaksaan Tinggi Bali, Polda Bali, BIN Bali, Pangdam Udayana, Kanwil Kementerian Agama, Pemprov Bali, FKUB Bali, benar-benar ditunggu rekomendasinya untuk mencarikan solusi terhadap situasi dan polemik yang sudah berlangsung tiga tahun ini.

‘’Pejabat di PAKEM inilah pemangku kewenangan yang berkewajiban menangani permasalahan ini, karena peraturan perundangan mengaturnya seperti itu, bukan hanya tugas dan tanggung jawab PHDI untuk menyelesaikannya,’’ imbuh Putu Wirata Dwikora. Posisi PHDI adalah dalam tataran moderasi beragama, dengan memperhatikan bahwa SK Pengayoman PHDI terhadap Hare Krishna/ISKCON sudah dicabut, dan resistensi umat Hindu di Bali tetap berlangsung walaupun pengayoman sudah dicabut.

Bahwa ada narasi untuk membubarkan ISKCON/Hare Krishna, mengusirnya dari Bali dan Indonesia, menutup ashram-ashramnya, mengeluarkannya dari PHDI — yang sudah dilakukan dalam kewenangan yang diatur AD/ART adalah mengeluarkannya dari PHDI melalui pencabutan SK Pengayoman tersebut — maka aspirasi yang selebihnya, dipersilakan menempuh prosedur sesuai dengan peraturan perundangan yang ada. Wd-MD

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button