Menko Yusril: Pemerintah akan Dengarkan Masukan Semua Pihak Ubah Pasal Presidential Threshold yang Dibatalkan MK

JAKARTA, MataDewata.com | Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra mengungkapkan, perubahan terhadap Pasal 222 UU No: 17 Tahun 2017 tentang presidential threshold yang telah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam UU Pemilu akan dilakukan dengan mendengarkan masukan dari semua pihak. Pemerintah masih melakukan konsolidasi internal terkait hal ini.

Dari sudut pandang akademik, menurut Menko Yusril yang juga Guru Besar Hukum Tata Negara UI itu, jika menggunakan tafsir tematik dan sistematik dengan cara menghubungkan pasal-pasal pemilu dalam Pasal 22E UUD 45 dan pasal pengaturan tentang pemilihan Presiden dan Wakil Presiden dalam Pasal 6A, yang menyatakan bahwa pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden diusulkan oleh parpol atau gabungan parpol peserta pemilu “sebelum dilaksanakannya pemilihan umum” (anggota DPR dan DPRD) sebagaimana diatur dalam Pasal 22E UUD 45, maka presidential threshold sejatinya memang tidak ada dan tidak mungkin akan ada.

Baca juga :  Pemprov Bali Raih Klasifikasi Informatif Keterbukaan Informasi Publik Tahun 2020

Tetapi, menurut Menko Yusril, disitulah ada rekayasa konstitusional yang dilakukan pembentuk undang-undang untuk membatasi capres-cawapres sebagaimana diatur dalam Pasal 222 UU Pemilu. Rekayasa sebelumnya itu sebelumnya dibenarkan MK dengan alasan untuk “memperkuat sistem presidensial”.

Namun Putusan MK No: 62/PUU-XII/2024 tanggal 2 Januari 2025 yang lalu justru mengubah pendirian MK selama ini. “Setelah 32 kali diuji, baru pada pengujian yang ke 33 MK mengabulkannya”. Jadi ada “qaul qadim” atau pendapat lama dan “qaul jadid” atau pendapat baru di MK, kata Menko Yusril mengutip istilah yang digunakan dalam hukum fikih Islam.

Saat menyampaikan orasi ilmiah dalam acara Dies Natalis Universitas Islam Sumatera Utara (UISU) di Medan, Selasa (7/1/2025) Menko Yusril menyatakan, pemerintah menghormati putusan MK yang menyatakan syarat ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden bertentangan dengan UUD 1945.

Baca juga :  Pemkot Denpasar Raih Penghargaan Nasional STBM dan Kota Sehat Kategori Tertinggi

“Apapun putusan yang diambil mahkamah, pemerintah akan patuh pada Mahkamah Konstitusi, dan kita tahu putusan MK adalah final dan binding dan tidak ada upaya hukum apa pun yang dapat dilakukan,” ucap Menko Yusril.

Menko Yusril menambahkan, saat ini, menteri-menteri terkait masih melakukan konsolidasi dan membahas bagaimana perubahan terhadap pasal terkait presidential threshold akan dilaksanakan.

“Saya berkeyakinan tentu akan ada perubahan terhadap Pasal 222 UU Pemilu dan ini bisa muncul sebagai inisiatif dari pemerintah, bisa juga muncul dari Dewan Perwakilan Rakyat,” kata Yusril.

Yusril melanjutkan, baik pemerintah dan DPR tentu akan mendengar semua masukan dan pertimbangan yang disampaikan semua pihak dan pemangku kepentingan yang ada. Termasuk dari partai politik peserta pemilu dan partai politik non peserta pemilu, para akademisi, hingga tokoh-tokoh masyarakat.

Baca juga :  OJK Bali Ajak 30 Jurnalis Bali Kunjungi Pasar Modal

“Bagaimana sebaiknya kita merumuskan satu norma baru pengganti pasal 222 UU Pemilu dengan rumusan-rumusan yang sesuai dengan perkembangan zaman ke depan dan pula sesuai dengan lima rekayasa konstitusional atau “constitutional engineering” dalam pertimbangan hukum putusan MK,” kata Menko Yusril.

Dalam pandangan Menko Yusril, setiap keinginan untuk kembali menghidupkan presidential threshold setelah adanya putusan MK, bisa-bisa saja disahkan oleh DPR. Namun, Yusril meyakini jika pembatasan itu kembali muncul, maka MK akan membatalkannya.

“Kalau ada pihak yang kembali mengajukan pengujian kepada MK, saya dapat membayangkan atau meramalkan bahwa kemungkinan besar MK akan membatalkan kembali norma UU yang mengandung presidential threshold itu,” pungkas Yusril. Kh-MD

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button