Desertasi Tindak Pidana Pencucian Uang, Antarkan Polisi Bertugas di Polda Bali Raih Gelar Doktor Ilmu Hukum Unud

DENPASAR, MataDewata.com | Program Studi Doktor (S3) Ilmu Hukum, Fakultas Hukum Unud kembali menyelenggarakan ujian Promosi Doktor dengan Promovendus Ketut Paang Suci Wira Brata Yudha, seorang anggota Polisi berpangkat Ispektur Polisi Satu, bertugas di Polda Bali di Aula FH Unud, Rabu (3/3/2023).
Menyandang gelar Doktor Ilmu Hukum dengan Predikat Cumlaud; masa studi 2 tahun 6 bulan dengan IPK 3.95.
Ujian terbuka dipimpin Dekan Fakultas Hukum Universitas Udayana, Prof. Dr. Putu Gede Arya Sumertayasa, SH.,M.Hum (selaku ketua sidang/penguji); Prof. Dr. I Wayan Parsa, SH.,M.Hum (selaku Promotor); Selanjutnya Ko Promotor 1: Dr. Gde Made Swardhana, SH.,MH ; 2: Dr. I Dewa Made Suartha, SH.,MH; Team Penguji Prof. Dr. I Ketut Rai Setiabudhi, SH.,MS; Dr. Gede Marhaendra Wija Atmaja, SH., M.Hum; dan Dr. Made Gde Subha Karma Resen, SH., M.Kn.
Ketut Paang Suci Wira Brata Yudha dinyatakan berhasil mempertahankan disertasinya yang berjudul “Formulasi Kewenangan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dalam Penyidikan Tindak Pidana Pencucian Uang yang belum diketahui tindak pidana asalnya”.
Dalam Disertasinya Ketut Paang Suci Wira Brata Yudha mengungkapkan bahwa tindak pidana pencucian uang di Indonesia diatur dalam Undang-Undang No: 8 Tahun 2010 tentang PPTPPU. Dalam pengaturannya, tindak pidana pencucian uang merupakan tindak pidana yang berdiri sendiri, sesuai dengan pasal 69.
Berbunyi: Untuk dapat dilakukan penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang pengadilan terhadap tindak pidana pencucian uang tidak wajib dibuktikan terlebih dahulu tindak pidana asalnya.
Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang yang ada saat ini menentukan PPATK jika menemukan adanya indikasi terjadinya tindak pidana pencucian uang yang belum diketahui tindak pidana asalnya, maka selanjutnya di serahkan kepada aparat penegak hukum.
Hal demikian sering kali menjadikan aparat penegak hukum akan melakukan penyelidikan ulang dugaan tindak pidana pencucian uang meski ada data yang telah dihasilkan oleh PPATK sehingga bertentangan dengan asas peradilan yang cepat, sederhana dan biaya ringan.

Juga tidak dipenuhinya rasa keadilan serta tidak adanya kepastian hukum akibatnya pemberantasan terhadap tindak pidana pencucian uang yang belum diketahui tindak pidana asalnya dirasa lamban, tidak efektif dan tidak optimal.
Memberikan kewenangan PPATK dalam penyidikan terhadap TPPU yang belum diketahui tindak pidana asalnya merupakan langkah Progresif terhadap penegakan hukum pidana dalam rangka mempercepat asset recovery untuk mensejahterakan masyarakat yang berkeadilan berdasarkan Pancasila dan UUD1945. Sr-MD