Pengingat Peninggalan Cagar Budaya 1.110 Tahun Prasasti Blanjong
Pemkot Denpasar Apresiasi Kegiatan "Jaya Stambha"
DENPASAR, MataDewata.com | Pelaksanaan peringatan 1.110 Tahun “Jaya Stambha” Prasasti Blanjong berlangsung, Minggu (4/2/2024) di In situ (lokasi asli) Prasasti Blanjong dan Pura Dalem Blanjong, Banjar Blanjong, Desa Sanur Kauh, Kecamatan Denpasar Selatan. Kegiatan itu diapresiasi Pemkot Denpasar dalam gelaran berbagai agenda kegiatan untuk memperingati keberadaan Prasasti Blanjong sebagai salah satu cagar budaya di Kota Denpasar.
Hadir dalam kegiatan ini Sekda Kota Denpasar, Ida Bagus Alit Wiradana mewakili Walikota Denpasar, Kadis Kebudayaan Denpasar, Raka Purwantara, dan Camat Denpasar Selatan, I Made Sumarsana. Hadir pula Perbekel Desa Sanur Kauh, Made Ada, Bendesa Adat Intaran I Gusti Agung Alit Kencana, Sinau Cagar Budaya (Sigarda), dan komunitas Legu Gondong.
“Kami memberikan apresiasi atas pelaksanaan peringatan 1110 ditancapkannya Prasasti Blanjong yang berlokasi di Blanjong, Sanur,” ujar Sekda Kota Denpasar, Ida Bagus Alit Wiradana yang ditemui disela-sela peninjauan kegiatan.
Lebih lanjut Sekda Alit Wiradana menyampaikan Prasasti Blanjong merupakan bukti sejarah yang otentik tentang awal keberadaan kerajaan Bali kuno. Keberadaan cagar budaya memiliki peran penting dalam melestarikan identitas sejarah dan budaya suatu daerah. Cagar budaya berfungsi sebagai saksi bisu perjalanan waktu, menyimpan nilai-nilai kultural, arsitektural, dan sejarah yang menjadi bagian integral dari suatu masyarakat.
Selain itu, cagar budaya juga dapat menjadi sumber penelitian untuk memahami perkembangan peradaban manusia. Upaya pelestarian dan pengelolaan cagar budaya merupakan investasi dalam warisan budaya yang mendalam dan berkelanjutan. “Dari keberadaan Prasasti Blanjong, Pemkot Denpasar telah melakukan langkah-langkah untuk terus menjaga dan melestarikan. Terlebih saat ini mendapat dukungan dari semua pihak termasuk komunitas Sigarda yang berperan dalam menjaga cagar budaya agar tetap terjaga, serta mengedukasi masyarakat tentang pentingnya melestarikan warisan budaya untuk generasi mendatang,” ujarnya.
Sementara Ketua Panitia, Wayan Sila Sayana menyampaikan dari kegiatan yang bertajuk “Jaya Stambha” Blanjong sebagai pengingat keberadaan sebuah kota pelabuhan yang pernah ditancapkan pada Tahun Saka 835 di kawasan Sanur. “Dipilihnya tanggal peringatan kegiatan 1110 Tahun Prasasti Blanjong tidak terlepas dari tulisan tanggal Prasasti Blanjong yang menurut kalender Saka India, pada hari ketujuh dari setengah Bulan Phalguna dari Tahun Saka 835. Menurut perhitungan Louis-Charles Damais yang bertepatan dengan 4 Februari 914 Masehi,” ujarnya.
Lebih lanjut disampaikan, sebagai sebuah catatan sejarah kuno, Prasasti Blanjong sendiri tergolong unik, karena bertuliskan dua macam huruf yakni, huruf Pra-Nagari yang menggunakan Bahasa Bali Kuno, serta huruf Kawi dengan menggunakan Bahasa Sanskerta dan Bali Kuno, yang ditulis secara silang. Dalam Prasasti Blanjong disebutkan kata Walidwipa, yang merupakan sebutan untuk Pulau Bali, yang dikeluarkan oleh Raja Bali Adipatih Sri Kesari Warmadewa, yang berstana di Singhadwara Pura.
Dalam peringatan 1.110 Tahun dalam gelaran kegiatan yang diisi dengan beberapa acara. Antara lain, pembacaan Kekawin “Wirama Sardula Wikridita”, dan pementasan Tari Topeng Koreo Tunggal oleh Rumah Topeng Sanur, pimpinan Made Kara. Selain itu, juga diisi dengan diskusi bertajuk Singha Dwara Pura, sebuah kota pelabuhan yang hilang. “Sebagai sebuah catatan sejarah, yang usianya lebih dari seribu tahun, melalui peringatan ini kami ingin menyampaikan terutama kepada generasi muda agar ikut melestarikannya,” ujarnya. Pur/Hd-MD