KMHDI Minta KPU Segera Tindaklanjuti Putusan MA

JAKARTA, MataDewata.com | Kesatuan Mahasiswa Hindu Dharma Indonesia (KMHDI) meminta Komisi Pemilihan Umum (KPU) segera menindaklanjuti Putusan Mahkamah Agung (MA) untuk melakukan revisi terhadap PKPU No: 10 tahun 2023. Seperti diketahui MA mengabulkan keberatan hak uji materiil atau judicial review terhadap Pasal 8 ayat (2) dan Pasal 11 ayat (6) PKPU 10 Tahun 2023 yang dilakukan oleh sejumlah kelompok masyarakat sipil.

Dalam putusannya MA menyatakan Pasal 8 ayat (2) PKPU 10 Tahun 2023 tentang Pencalegan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu UU Pemilihan Umum. Dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai ‘Dalam hal penghitungan 30 persen jumlah bakal calon perempuan di setiap daerah pemilihan menghasilkan angka pecahan, dilakukan pembulatan ke atas, Selasa (29/9/2023).

Baca juga :  Ny. Putri Koster ajak Masyarakat Jadikan Kain Tradisional Tuan Rumah di Negeri Sendiri
Ik-MD-BPD Bali-BI//1/2023/fm

Sementara dalam Pasal 11 ayat (6) PKPU 10 Tahun 2023 tentang Pencalegan, MA memutuskan bahwa aturan itu bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, yaitu Pasal 240 ayat (1) huruf g Undang-Undang No: 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum juncto Putusan Mahkamah Konstitusi No: 87/PUU-XX/2022.

Ketua Umum PP KMHDI, I Wayan Darmawan mengatakan percepatan revisi perlu dilakukan oleh KPU guna memberikan kepastian hukum serta waktu bagi partai politik untuk menyusun ulang komposisi bakal anggota legislatifnya, mengingat penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) sudah semakin dekat yakni 3 November 2023.

“KPU harus cepat melakukan revisi terhadap PKPU 10 tahun 2023, mengingat hari penetapan DCT sudah semakin dekat dan partai politik juga membutuhkan waktu untuk menyusun ulang komposisi Bacalegnya,” terang Darmawan.

Baca juga :  Temui Menteri Suharso Monoarfa, Pj. Gubernur S.M. Mahendra Jaya Dapat Sinyal Positif Realisasi LRT Di Bali

Darmawan menjelaskan PKPU 10 tahun 2023 memuat pasal-pasal kontroversial. Salah satunya adalah Pasal 8 ayat 2 PKPU yang berpotensi menghambat terpenuhinya kuota 30 persen keterwakilan perempuan di parlemen akibat metode penghitungan pembulatan ke bawah (bila pecahan desimal kurang dari 0,5).

Ik/MD-BPD Bali-KK//15/2023/fm

“Hadirnya pasal tersebut merupakan tanda kemunduran atas semangat untuk menghadirkan perempuan lebih banyak di Parlemen. Padahal kehadiran perempuan di Parlemen begitu penting untuk memperjuangkan kesejahteraan kaumnya,” terangnya.

Selain itu, Darmawan mengatakan Pasal kontroversial lainya adalah dihapusnya masa jeda lima tahun bagi mantan terpidana korupsi untuk maju dalam pencalegan yang tercantum dalam Pasal 11 ayat 6 PKPU 10 tahun 2023.

Baca juga :  PC KMHDI Denpasar Salurkan Bantuan Punia KMHDI kepada Bu Kadek

Menurut Darmawan hadirnya pasal ini menjadi kemunduran demokrasi serta upaya pemberantasan korupsi. Hal ini lantaran pasal tersebut seakan-akan menganggap korupsi sebagai sebuah hal normal.

Padahal menurutnya KPU harus menyadari keinginan masyarakat luas yang ingin DPR diisi oleh anggota dewan bebas dari korupsi sehingga bisa menghasilkan produk legislasi yang bersih dari praktik-praktik korupsi.

“Kalau ada mantan napi korupsi yang diperbolehkan mencalonkan diri sebagai anggota legislatif tanpa melewati masa jeda 5 tahun, hanya akan memperburuk citra lembaga DPR yang sebetulnya hari ini sinis dipandang oleh masyarakat luas,” tutupnya. On-MD

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button